short message

apabila kamu ingin mengenal dunia,maka membacalah..
namun jika kamu ingin dikenal dunia,maka menulislah...

Jumat, 13 Januari 2012

thoharoh


A.Latar Belakang
           Dalam ilmu fiqh Thaharoh adalah hal bersuci atau hal kebersihan,secara umum bagaimana kita menyucikan diri, badan, pakaian, dll agar boleh sah menjalankan ibadah.Sehingga kedudukan thaharoh di sini sangatlah penting bagi kita.
                Adapun thaharoh dalam ilmu fiqh ialah:
1)      Menghilangkan najis
2)      Berwudhu
3)      Mandi
4)      Tayammum
Alat yang terpenting untuk bersuci ialah Air.
B.Rumusan Makalah
                Masalah yang akan dibahas dalam makalah ini dirumuskan dalam rumusan masalah berikut :
1)      Apakah pengertian,hakikat dan fungsi thaharoh?
2)      Bagaimanakah cara-cara dan  apa saja sarana-sarana dalam thaharoh?
3)      Bagaimana hubungan thaharoh dengan kebersihan, kesehatan, dan keindahan lingkungan?
C.Tujuan Penulisan
                Tujuan pembahasan ini yaitu mendeskripsikan :
1)      Agar mengetahui pengertian, hakikat, dan fungsi thaharoh,
2)      Supaya mengetahui cara-cara dan sarana-sarana thaharoh,
3)      Agar bisa menjelaskan hubungan thaharoh dengan kebersihan, kesehatan, dan keindahan lingkungan.













           PEMBAHASAN
1.MATERI
A.Pengartian thaharoh,hakekat,dan fungsi Thaharah
Pengertian Thaharoh
Thaharoh menurut bahasa artinya bersuci
Hakikat Thaharoh
“Menurut syara’ thaharoh adalah” Menghilangkan sesuatu yang dapat mencegah hadats”[1]
“Thaharoh adalah suatu perkara yang menghilangkan hadats atau hadist”
“Malakukan pekerja’an yang memperbolehkan sholat seperti mandi, wudhu dan tayammum”
Secara terminologi membersihkan diri dari najis dan secara hakikat, menghilangkan penyakit atau menghilangkan hukum hadats(membersihkan dari hadats).[2]
Fungsi Thaharoh;
Menyehatkan jasmani.
Membersihkan hadats dan najis sebelum melakukan ibadah.
B.Cara bersuci dari najis dan sarana thaharoh
Cara Bersuci dari Hadats
Seseorang yang berhadats kecil ataupun besar bila hendak mengerjakan sholat atau ibadah yang lainnya, yang berhubungan langsung dengan Allah harus menyucikan diri dengan cara berwudhu’ ataupun tayammum apabila berhadats kecil, dan apabila  berhadats besar dengan cara mandi atau tayammum.
“Hai orang-orang yang beriman,apabila kamu hendak mengerjakan shalat,maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku dan sapulah kepalamu dan basulah kakimu sampai kedua mata kaki,dan jika kamu junub maka mandilah,dan jika kamu sakit dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air,atau menyentuh perempuan,lalu kamu tidak memperoleh air maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih).sapulah tanganmu dengan tanah itu.Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tapi dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmatnya bagimu,supaya kamu bersyukur”.(al-maidah;6)
Cara Bersuci dari Najis
Najis terbagi menjadi 3 ;
1. Najis Mukhaffah
Najis ringan,contah : Kencing anak laki-laki yang belum berusia 2tahun dan belum makan apapun  selain ASI
 Kaifiyat najis ini cukup dengan memercikan air di atas benda yang terkena najis.
“Sesungguhnya ummu Qais datang kepada Rosulullah SAW,bersama anak-anaknya yang belum makan apapun selain ASI,kemudian Rosulullsah memangku anak tersebut.Anak itu mengompol dipangkuannya lalu beliau meminta air dan memercikan di atas benda yang terkena najis dan beliau tidak membasuhnya”(H.R Bukhori dan Muslim)
2. Najis Mutawasith
Najis sedang,najis ini di bagi menjadi 2 macam :
a. Najis Ainiyah
Najis yang tampak zatnya secara lahir dan jelas warna,bau,serta rasa.(cara mensucikannya membasuhnya dengan air sampai hilang ketiga sifatnya)
b. Najis Hukmiyah
Najis yang kita yakini adanya tetapi tidak tampak ketiga sifatnya.Cara menghilangkan najis ini hanya dengan mengalirkan air di atas benda yang terkena najis.
Di samping kedua najis tersebut ada juga najis yang dima’fu (dima’afkan),contoh:darah nyamuk,lalat,dsb.
3. Najis Mugholadhoh
Najis besar,termasuk dalam najis ini adalah anjing,babi, dan keturunannya.Cara menyucikan najis ini adalah menyucinya 7 kali dengar air yang salah satunya dicampur dengan pasir.
“Abu Hurairah ra berkata,Rosulullah SAW  bersabda: Sucinya bejana seseorang yang telah dijilat anjing,hendaklah dibasuh 7 kali salah satu dari 7 itu dicampur dengan tanah”(HR.Muslim)
2. Sarana Thaharoh
Ada beberapa sarana untuk melakukan thaharoh,diantarannya; air ,batu,tanah dan tisu.
Air adalah sarana paling utama untuk melakukan thaharoh.
Menurut Sunnatullah dan hadits Rosulullah ada beberapa jenis air antara lain sebagai berikut;
A.                Air Suci yang Menyucikan
            Air yang suci dan dapat digunakan untuk bersuci,contoh air mutlaq,yaitu;
                     Air hujan
                     Air Laut
                     Air Sungai
                     Air dari Mata Air
                     Air Sumur
                     Air Salju
                     Air Embun

B. Air Musyammas
            air musyammas atau air makhruh adalah air yang terjemur oleh matahari dalam bejana,selain bejana emas dan perak.
C.Air Musta’mal
            Air musta’mal atau air yang suci tapi tidak mensucikan.Air yang pada dasarnya adalah suci tapi berubah sifat karena tercampur oleh suatu benda.
 D.Air Mutannajis
            air yang berubah karna suatu perkara najis dan air ini kurang dari dua kullah.

C.Hubungan Thaharoh dengan Kebersihan, Kesehatan, dan Keindahan Lingkungan
       Hubungan thaharoh dengan kebersihan, kesehatan, dan keindahan lingkungan sangatlah erat dan saling mendukung. Thaharoh menjadi salah satu syarat diterimanya ibadah kita, dengan thaharoh yang najis bisa menjadi suci, tapi bersih belum tentu suci. Cara thaharoh diatur oleh syariat, sedang kebersihan dan keindahan lingkungan sesuai selera manusia.
       Bersuci nerupakan persyaratan dari beberapa macam ibadah, oleh karna itu bersuci memperoleh tempat yang paling utama dalam ajaran islam.Berbagai aturan dan hukum ditetapkan oleh syara’ dengan maksud agar manusia menjadi suci dan bersih baik lahir maupun batin. Pokok dari ajaran islam tentang pengaturan hidup bersih, suci dan sehat bertujuan agar muslim dapat melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai khalifah di muka bumi ini.Karna dengan kesucian kebersihan dapat meningkatkan derajat harkat dan martabat di hadirat Allah swt.
2.Perbeda’an Ulama’
1.Perbedaan ulama mengenai takaran air untuk bersuci
Syafi’i : air yang mengalir dan tenang sama saja selama kurang lebih 2 kullah boleh digunakan untuk bersuci.
Hambali : air yang tenang jika kurang dari 2 kullah jika bersentuhan dengan najis akan menjadi najis,sedang jika air yang mengalir apabila bersentuhan dengan najis tidak akan menjadi najis kecuali berubah sifatnya.
Maliki : baik sedikit atau banyak air tersebut  tidak berubah menjadi najis jika bersentuhan dengan najis selama tidak ada perubahan apa-apa.
Sedangkan takaran 2 kullah itu sendiri ;
“menurut sebagian syaikh azhar 2 kullah adalah 500 kali iraq,sedang menurut Imam Abu Ja’far Ash-Shadiq 2 kullah adalah 1200 kali Iraq”.[3]




2. Perbeda’an ulama’ tentang menyentuh, membaca, menulis mushaf sa’at berhadats
Imam Maliki ; tidak boleh menulis, tidak boleh menyentuh kulitnya sekalipun dengan aling-aling, tetapi boleh melafalkannya,
Imam Hambali ; boleh menulisnya, dan boleh membawanya tapi harus memakai aling-aling,
Imam Syafi’i ; boleh menulisnya, tapi tidak boleh menyentuhnya,
imam Hanafi ; tidak boleh menulis atau menyentuhnya, tapi boleh membacanya tanpa memakai Al-qur’an,
Imam Imamiyah ; diharamkan menyentuhnya, tapi diperbolehkan membaca dan menulisnya.[4]
3.Annalisa Penulis (tentang perbeda’an ulama’)
            Menurut annalisa kami setiap ulama’ memiliki pendapat yang berbeda antara satu dengan yang lain,tapi pendapat yang paling ringan dan pendapat yang shahih adalah pendapat ulama’ Imam Syafi’i yaitu boleh menulis Al-qur’an tetapi tidak boleh menyentuhnya.dalam menyikapi sesuatu masih berbeda-beda.mayoritas bangsa indonesia secara keseluruhan bemadzhab assyafi'iyyah atu yang kita sebut dengan imam syafi'i karena madzhab syafi'i in lebih cocok terhadap kehidupan kita bangsa indonesia.dalam permasalahan memegang mushaf dalam keadaan berhadast kecil antara imam yang empat:imam syafi'i.hambali,maliki,hanafi berbeda pendapat.kalau kita bandingkan pendapat dari empat imam ini imam syafiilah yg pendapatx ringan dan berada di tengah antara pendapat yang lainnya.semuanya itu tidak ada yang salah pendapat beliau-beliau iu tidak semata-semata cuma memaparkan argumenstasi,beliau bilang semuanya it ada dalilnya semua akan tetapi cara pandang atau pemahaman empat imam ini berbeda.oleh karena itu,semuanya kembali kepada kita,kita mawu ngikutin yang mana,imam syafi'i dengan pendapatnya atau imam-imam yang lainnya dengan pendapatny


PENUTUP
A.Kesimpulan
            Dari permasalahan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut ;
1.Thaharoh disebut juga dengan bersuci dari hadast atau najis untuk mensucikan diri kita mulai dari pakaian, tempat agar dapat melaksanakan ibadah dengan sempurna, thaharoh sangat penting, dengan thaharoh kita terbebas dari segala hal yang akan membatalkan ibadah kita.
2.Adapun hal yang terpenting dalam thaharoh adalah air,dan air terbagi menjadi empat  yaitu ; air mutlaq,  air musyammas, air musta’mal dan air mutannajis.
Hubungan thaharoh sangatlah erat dengan kebersihan, kesehatan, dan keindahan lingkungan,thaharoh (kesucian) dan kebersihan lahir maupun batin merupakan persyaratan dari beberapa macam ibadah.





















DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Slamet, Drs, Drs muhammad suyono,H.S,fiqih ibadah,Jakarta,Pustaka Setia,1998.
Zuhaili, Wahbah, Dr, al-Fiqhul Islami wa Adilatuhu, Darul Fikri, Damaskus, 1985.
Mughniyah, Muhammad, Jawad , al-fiqh’alaa al-madzahib al-khamsah,diterjemahkan Maskur A.B,Afif muhammad ,Idrus al-kaff,fiqih lima mazhab,Jakarta,lentera,cet25,2010.
Muhammad,asy-syekh, fathul qhorib,diterjemahkan Achmad Sunarto surabaya,al-hidayah,1991.



[1] Drs.slamet abidin,Drs muhammad suyono,H.S,fiqih ibadah,(Jakarta,pustaka setia,1998),17
[2] Dr. Zuhaili, Wahbah, al-Fiqhul Islami wa Adilatuhu,( Damaskus,Darul Fikri, 1985), 87
[3] Muhammad Jawad Mughniyah,al-fiqh’alaa al-madzahib al-khamsah,diterjemahkan Maskur A.B,A fif muhammad ,Idrus al-kaff,fiqih lima mazhab,(Jakarta,lentera,cet25,2010),17-18
[4][4] Muhammad Jawad Mughniyah,al-fiqh’alaa al-madza.....21

Tidak ada komentar:

Posting Komentar