short message

apabila kamu ingin mengenal dunia,maka membacalah..
namun jika kamu ingin dikenal dunia,maka menulislah...

Jumat, 13 Januari 2012

islam dan pancasila


1.1  Latar Belakang
Jangan bersilang sengketa. Sesungguhnya orang-orang sebelum kamu bersilang sengketa (cekcok, bermusuh-musuhan) lalu mereka binasa. (HR. Ahmad). Dari hadits tersebut dapat diketahui bahwa islam ialah agama yang cinta perdamaian, perbedaan pendapat yang muncul dalam ruang lingkup masyarakat dikarenakan sudut pandang yang berbeda-beda dalam memaknai(mendalami) suatu perkara.
Pancasila ialah dasar negara Indonesia, dalam menerapkan pancasila sebagai dasar negara tentu butuh suatu pemahaman tentang nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila tersebut, berbeda pemahaman pastinya berbeda pula penerapannya.
Dalam hal ini terdapat berbagai variasi pendapat dalam memaknai pancasila dan islam sebagai ideologi suatu negara. Islam radikal tidak mendukung pancasila sebagai ideologi bangsa, karena pancasila dianggap tidak selaras dengan hukum islam. Sebagian yang lain menerima pancasila sebagai pantulan dari ajaran islam.
1.2  Rumusan Masalah
1.      Bagaimana kedudukan islam dan pancasila  di Indonesia?
2.      Mengapa terjadi Pro dan Kontra Mengenai Penerapan Pancasila sebagai Dasar Negara?


1.3     Tujuan Penulisan
2.      Mengetahui kedudukan islam dan pancasila di Indonesia
3.      Mengetahui Pro dan Kontra yang Timbul Mengenai Penerapan Pancasila sebagai Dasar Negara




















PEMBAHASAN
2.1     Islam dan Pancasila di Indonesia
Berangkat dari sebuah hadits rosulullah S.A.W :“islam ialah hendaklah engkau bersaksi tiada tuhan  yang haq disembah kecuali Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah. Hendaklah engkau mendirikan sholat, membayar zakat, berpuasa pada bulan Romadhon, dan mengerjakan haji ke rumah Allah jika engkau mampu mengerjakannya.” [1] hadits ini juga diperkuat dengan hadits riwayat imam muslim: “Sufyan bin Abdullah berkata,Ya Rasulullah, terangkan kepadaku tentang Islam. Aku tidak akan bertanya lagi kepada orang lain. Lalu Rasulullah Saw menjawab, "Ikrarkanlah (katakan): Aku beriman kepada Allah, kemudian berlakulah jujur (istiqomah)”.
Sesungguhnya islam ialah agama yang haq, didalamnya terdapat hukum-hukum atau peraturan-peraturan yang mengatur manusia mulai dari bangun tidur sampai bangun negara, semua tercantum dalam buku aturan hidup yakni Al-Qur’an. Dalam tatanan politik islam adalah khilafah. Khilafah ialah sistem dimana suatu pemerintahan dipimpin oleh seorang kholifah. Manusia merupakan kholifah tuhan dimuka bumi, dan sebagai seorang kholifah maka tugas hidupnya adalah melaksanakan dan menegakkan segala peraturan yang telah diterapkan oleh allah baik yang jelas ter-nash secara rinci ataupun global dalam buku aturan hidup(al-qur’an). Pada hakikatnya  sumber pemerintahan islam ialah al-qur’an dan hadits, selain dua hal tersebut islam  menggunakan beberapa sumber lainnya, salah satunya adalah ijma’ dan qiyas.
Islam masuk ke Indonesia pada abad ke 7M. Jauh sebelum penjajah datang, islam terus berkembang dan mempengaruhi sistem politik. Pendapat ini berbeda dengan catatan belanda yang mengatakan bahwa islam baru masuk pada abad ke 13M.[2] Perbedaan ini diduga disengaja untuk memperkecil peranan islam di Indonesia. Penyebaran islam disebarkan oleh para saudagar yang singgah di Indonesia. Letak wilayah Indonesia yang strategis membuat Indonesia menjadi trade center, dalam  hal ini selain dipengaruhi oleh letak geografis  juga dipengaruhi oleh kekayaan sumber daya alam Indonesia yang melimpah. Belanda, melihat perkembangan Indonesia membuatnya menjadi iri hati dan bermaksud menjajah(menguasai) Indonesia. Dalam kurun waktu 3,5 abad Indonesia berada di bawah kekuasaan Belanda, berpindah tangan dari Belanda, Indonesia jatuh ketangan jajahan Jepang.
Menurut Abikusno “pendudukan Jepang di Indonesia lebih baik dalam memperlakukan hukum islam daripada masa pendudukan Belanda.” Belanda menjalankan kebijakan politik yang memperlemah kedudukan islam. Sedangkan Jepang sebaliknya, salah satu kebijakan Jepang ialah membiarkan berdirinya ormas-ormas islam, contoh : muhammadiyah, nahdatul ulama.[3] Tepat pada tanggal 29 Mei-1 Juni BPUPKI meminta kepada para  anggotanya untuk memberi pandangan umum tentang dasar negara.
            Mekanisme pembentukan dasar negara :
a.       Moh yamin memberikan usulannya tentang dasar negara dalam 5 butir :
1.      Peri kebangsaan
2.      Peri kemanusiaan
3.      Peri ketuhanan
4.      Peri kerakyatan
5.      Kesejahteraan rakyat
b.      Hari ketiga disampaikan oleh Dr. Soepomo :
1.    Persatuan
2.    Kekeluargaan
3.    Keseimbangan  lahir batin
4.    Musyawarah
5.    Keadilan rakyat
c.       Tepat tanggal 1 Juni giliran Ir. Soekarno yang menyampaikan usulannya, Soekarno pula yang secara harfiah memberi sebutan “pancasila” yang tertuah dalam 5 butir :
1.                        Kebangsaan Indonesia
2.                        Internasionalisme, atau peri kemanusiaan
3.                        Mufakat, atau demokrasi
4.                        Kesejahteraan sosial
5.                        Ketuhanan yang berkebudayaan
Kemudian pada tanggal 22 Juni panitia kecil yang ditugaskan melakukan dokumentasi atas usul-usulan yang ada secara tertulis melakukan sidang yang menyelaraskan antara hubungan islam dan pancasila, rumusan ini menghasilkan :
1.      Ketuhanan dengan menjalankan syariat-syariat islam bagi pemeluknya.
2.      Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3.      Persatuan indonesia.
4.      Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaran perwakilan.
5.      Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia.
 penekanan kata agama islam disini menimbulkan kontra, bertepatan pada tanggal 17 Agustus Indonesia memproklamirkan diri merdeka dari jajahan Jepang, sehari setelah itu pada tanggal 18 agustus penguatan pancasila dengan menghilangkan penekanan kata “islam” dalam sidang pleno PPKI, sejak itulah perumusan pancasila sama dengan apa yang kita ketahui saat ini.
2.2     Pro dan Kontra yang Timbul Mengenai Penerapan Pancasila sebagai Dasar Negara
Dalam menjadikan pancasila sebagai ideologi negara Indonesia ternyata tidak semerta-merta dapat diterima oleh seluruh masyarakat, dilihat dari sudut pandang seorang muslim/ah ternyata tidak semua berlapang hati menjadikan pancasila sebagai dasar ideologi negara Indonesia, sebagian ada yang anti terhadap pancasila dan sebagian yang lain ada yang sangat mendukung, bahkan mengatakan bahwa pancasila itu sesungguhnya adalah saripati dari ajaran islam.
“Hamka haq, salah satu dari pendukung bahwa islam sejalan dengan pancasila”.(catatan H.M Ismail Yusanto, media polik dan dakwah al-wa’ie,hal 40,edisi 1-30 oktober; 2011). Disini juga dikatakan bahwa sepanjang Indonesia merdeka, dalam mengatur negara ini, rezim yang berkuasa semua selalu mengaku melaksanakan pancasila tapi pada faktanya sistem yang digunakan berbeda-beda, misalnya pada orde lama menggunakan sosialisme, pada orde baru menggunakan kapitalisme, dan sekarang pada banyak pengamat disebut menggunakan sistem neo-liberal. Hal ini terjadi karena pancasila hanya sebatas gagasan-gagasan filosofis.
Dapat diketahui bersama, bahwa dalam perumusan pancasila para wakil yang mengusulkan rumusan tersebut, melakukan sidang untuk merevisi setiap kata yang terdapat dalam perumusan pancasila berulang-ulang, “pancasila” bukan hanya sebuah dasar negara yang langsung terbentuk dalam hitungan hari, membutuhkan berbulan-bulan untuk menyelaraskan lima dasar negara ini sebagai pandangan untuk pemersatu beragam perbedaan yang terdapat dalam diri masyarakat Indonesia, mulai dari agama, budaya, bahasa, dan lain-lain.
Perdebatan tentang perbedaan pendapat ini memang bukan hal yang biasa, pertentangan yang terjadi dalam memaknai ideologi sebuah negara bukanlah hal yang mudah diselesaikan dalam waktu yang singkat. Islam sendiri adalah agama yang suka dengan perdamaian, jika setiap kelompok memaksakan sektenya adalah benar, maka yang timbul adalah sebuah perpecahan. Hal ini tidak sesuai dengan firman allah :
$tBur tb%x. â¨$¨Y9$# HwÎ) Zp¨Bé& ZoyÏmºur (#qàÿn=tF÷z$$sù 4 Ÿwöqs9ur ×pyJÎ=Ÿ2  ôMs)t7y `ÏB šÎi/¢ zÓÅÓà)s9                  óOßgoY÷t/ $yJŠÏù ÏmŠÏù šcqàÿÎ=tFøƒs ÇÊÒÈ
19. Manusia dahulunya hanyalah satu umat, kemudian mereka berselisih. kalau tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dari Tuhanmu dahulu, pastilah telah diberi keputusan di antara mereka, tentang apa yang mereka perselisihkan itu.
Dari sini kita dapat menyimpulkan bahwa islam ialah agama yang tidak suka dengan permusuhan. Dalam al-qur’an sekalipun tidak menekankan harus mendirikan suatu negara islam, tapi menanamkan nilai-nilai islam dalam kehidupan. Saat nabi berdakwah pun nabi tidak tertujuh untuk membangun suatu negara islam, melainkan lebih tertuju pada mempersatukan umat islam.
Memaksakan konsep islam sebagai ideologi adalah suatu pemaksaan, karena sama halnya dengan menolak realitas pluralisme, hal ini juga bertentangan oleh firman allah ;
ö@è% $pkšr'¯»tƒ šcrãÏÿ»x6ø9$# ÇÊÈ   Iw ßç6ôãr& $tB tbrßç7÷ès? ÇËÈ   Iwur óOçFRr& tbrßÎ7»tã !$tB ßç7ôãr& ÇÌÈ       Iwur O$tRr& ÓÎ/%tæ $¨B ÷Lnt6tã ÇÍÈ   Iwur óOçFRr& tbrßÎ7»tã !$tB ßç6ôãr& ÇÎÈ   ö/ä3s9 ö/ä3ãYƒÏŠ uÍ<ur ÈûïÏŠ ÇÏÈ
1. Katakanlah: "Hai orang-orang kafir,
2. Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah.
3. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah.
4. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah,
5. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah.
6. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.
Berangkat dari semua keterangan di atas seharusnya tidak terjadi perselisihan diantara umat dalam memaknai landasan dasar suatu negara, penyelarasan antara agama dan pancasila seharusnya dicapai untuk menjadikan negara Indonesia menjadi negara yang “Bhineka Tunggal Ika”.







PENUTUP
3.1   Kesimpulan
1.      Perbedaan pendapat yang muncul tentang pancasila dan islam sebagai ideologi dalam ruang lingkup masyarakat dikarenakan sudut pandang yang berbeda-beda dalam memaknai(mendalami) suatu perkara.
2.      Memaksakan konsep islam sebagai ideologi adalah suatu pemaksaan, karena sama halnya dengan menolak realitas pluralisme.















[1] Syaikh Shalih Alu Syaikh Hafizhohulloh, arba’in nawawi,hal 2
[2] K.H Siradjudin Abbas, sejarah dan keagungan madzhab syafi’i, (jakarta, pustaka tarbiyah,cet 6, 1994), 239
[3]  Tim penyusun MKD IAIN SA,Study Hukum Islam,(Surabaya, IAIN SA Press, 2011), 304

Tidak ada komentar:

Posting Komentar