short message

apabila kamu ingin mengenal dunia,maka membacalah..
namun jika kamu ingin dikenal dunia,maka menulislah...

Jumat, 13 Januari 2012

islam dan kebudayaan di INDONESIA



A.    Latar Belakang
Kebudayaan adalah hasil karya cipta(pengolahan,pengerakan, dan pengarahan terhadap alam)oleh manusia dengan kekuatan jiwa(pikiran,perasaan,instuisi,dan imajinasi)[1]. Menurut M.nasroen “kebudayaan itu adalah hasil yang nyata dari pertumbuhan dan perkembangan rohani dan kecerdasan suatu bangsa.
Oleh sebab itu, Islam disebut juga sebagai agama yang “hadir di mana-mana”( sebuah pandangan yang meyakini bahwa di mana-mana kehadiran Islam selalu memberikan panduan etik yang benar bagi setiap tindakan manusia).termasuk dalam pengembangan kebudayaan. Upaya-upaya tersebut kemudian telah menghasilkan suatu prestasi peradaban baru yang tinggi yang dikenal dengan “peradaban Islam” yang dalam sejarahnya telah memberikan andil yang cukup besar bagi kemajuan peradaban dunia.
Indonesia adalah negara makmur akan kekayaan alam dan sumber daya manusia-nya, Negara yang disalamnya terdapat berbagai ragam suku,kebudayaan,dan bahasa. Hal ini dimanfaatkan oleh rakyat Indonesia menjadi suatu keunikan(ciri dasar) tersendiri. Indonesia  juga merupakan salah satu negara yang mayoritas penduduknya memeluk agama islam. Perkembangan agama islam dan kebudayaan Indonesia saling berkesinambungan menyebabkan terjadinya akulturasi budaya.
B.     Rumusan Masalah
1.       Bagaimana hubungan islam dan kebudayaan di Indonesia?

C.    Tujuan Penulisan
1.      Mengetahui hubungan islam dan kebudayaan di Indonesia



PEMBAHASAN
A.    Hubungan islam dan kebudayaan di Indonesia
“Islam itu sesungguhnya lebih dari satu sistem agama saja; Islam adalah satu kebudayaan yang lengkap”. Demikian diungkapkan oleh H.A. Gibb dalam bukunya yang terkenal Wither Islam. Seperti keyakinan umum yang berkembang di kalangan umat Islam bahwa Islam adalah agama yang universal dan komprehensip meliputi berbagai bidang (Q.S.16:89), meskipun penjelasannya ada yang bersifat rinci dan garis besar.
Masuknya islam ke Indonesia:
1.      Waktu
Secara garis besar ada dua pendapat
a.       Abad ke-13 M,pendapat ini dikemukakan oleh para sarjana lama,antara lain N.H Krom dan Van Den Berg.
b.      Abad ke 7-8 M,pendapat ini dikemukakan oleh Hadji Agus Salim,M. Zainal Arifin,Hamka.
2.      Tempat
Secara garis besar ada tiga pendapat:
a.       India(Van Den Berg,Snouck Hurgrounce).
Teori di dukung oleh kenyataan bahwa di Sumatera bagian utara(Aceh) terdapat perkumpulan orang-orang Persia sejak abad ke-15. Merisson juga menguatkan pendapat ini,dan kedtangan ulama bernama Al-Qadhi Sayyid As-Syirazy dari persia dikerajaan Samudra Pasai ikut juga sebagai penguat teori Persia.
b.      Persia(P.A.Hoesein Djadjaningrat).
Adnya pernyataan bahwa islam masuk ke nusantara berasal dari Dakka, India. Penggagas teori ini berdasar penelitian pada kesamaan mazhab yang dianut kaum islam di nusantara dan di Gujarat.

c.       Arab(Hamka).
Teori ini menurut sejarawan dikarenakan adalah sebagai tempat lahirnya islam.
3.      Penyebar
Secara garis besar da dua pendapat:
a.       Disebarkan oleh para saudagar muslim,diantaranya Moens(Persia), Husein Nainar(India), Hamka(Arab)
b.      Disebarkan oleh ara mubaligh muslim,diantaranya Said Ali,Van Den Berg).[2]
 Sejak awal perkembangannya, Islam di Indonesia telah menerima akomodasi budaya. Karena Islam sebagai agama memang banyak memberikan norma-norma aturan tentang kehidupan dibandingkan dengan agama-agama lain. Akulturasi antara Islam dan budaya local ini kemudian melahirkan apa yang dikenal dengan local genius, yaitu kemampuan menyerap sambil mengadakan seleksi dan pengolahan aktif terhadap pengaruh kebudayaan asing, sehingga dapat dicapai suatu ciptaan baru yang unik[3].
Dalam konteks inilah Islam sebagai agama sekaligus telah menjadi budaya masyarakat  Indonesia. Di sisi lain budaya-budaya local yang ada di masyarakat, tidak otomatis hilang dengan kehadiran Islam. Budaya-budaya local ini sebagian terus dikembangkan dengan mendapat warna-warna Islam. Perkembangan ini kemudian melahirkan “akulturasi budaya”, antara budaya local dan Islam. Budaya-budaya local yang kemudian berakulturasi dengan Islam antara lain acara tingkeban slametan (3,7,40,100, dan 1000 hari) di kalangan suku Jawa.
Dalam bidang seni, juga dijumpai proses akulturasi seperti dalam kesenian wayang di Jawa. Wayang merupakan kesenian tradisional suku Jawa yang berasal dari agama Hindu India. Proses Islamisasi tidak menghapuskan kesenian ini, melainkan justru memperkayanya, yaitu memberikan warna nilai-nilai Islam di dalamnya melalui cerita-cerita wayang ulama menyisipkan ajaran islam di dalamnya sehingga masyarakat dengan mudah menangkap dan memahami ajaran islam,contohnya sunan kalijaga memanfaatkan seni wayang untuk proses islamisasi dengan mengadakan pertunjukan wayang dan karcis tanda masuknya cukup dengan mengucap kalimat syahadah.
Selain itu hasil karya sunan kalijaga yang lain-nya adalah dalam seni batik, corak batik yang diberi motif burung, burung dalam bahasa kawi disebut kukula, kata tersebut dalam bahasa arab ditulis qu artinya adalah “jagalah” dan qila artinya “diucapkan” dan bila digabungkan maka maksudnya adalah “peliharalah ucapanmu sebaik-baiknya” yang menjadi salah satu ajaran etnik sunan kalijaga melalui corak batik.  Tidak hanya dalam bidang seni, tetapi juga di dalam bidang-bidang lain di dalam masyarakat Jawa. Dengan kata lain kedatangan Islam di nusantara dalam taraf-taraf tertentu memberikan andil yang cukup besar dalam pengembangan budaya local.  
 Pada sisi lain, secara fisik akulturasi budaya yang bersifat material dapat dilihat misalnya: bentuk masjid Agung Banten, menurut Babad Demak, masjid agung Demak didirikan pada tahun 1399 Saka(1477 M) yang ditandai candra sengkala yang berbunyi “Lawang Terus Gunaning Janmi”, akan tetapi pada mihrab masjid terdapat gambar bulus sebagai lambang tahun 1401 Saka(1479 M). Bangunan ini terbuat dari kayu ,atap tengahnya ditopang empat buah tiang kayu yang dinamakan saka guru. Atapnya tersusun tiga tingkat yang merupakan perlambang iman, islam, dan ihsan, sementara jendelanya yang enambuah berlambang rukun iman.  Sementara esensi Islam terletak pada fungsi masjidnya[4]. Contoh lain percampuran ajaran islam dengan kebudayaan Indonesia adanya simbolis “tiga kesatuan” yang dibuat oleh wali songo, yang dimaksud tiga kesatuan disini adanya masjid, alun-alun, dan kabupaten. Jika kita cermati mayoritas diberbagai kota besar di Jawa akan kita temui tiga kesatuan ini dalam satu lingkup. Sebuah lapangan luas atau yang identik disebut dengan alun-alun biasanya digunakan sebagai tempat rakyat berkumpul untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan, alun-alun boasanya menjadi pusat kota, biasanya disekitar tempat tersebut juga terdapat masjid dan kantor kabupaten, kantor kabupaten adalah tempat bupati tinggal dan bekerja, kabupaten dan alun-alun adalah lambang interaksi aktif antara raja dengan rakyatnya sedangkan masjid adalah jantung aktivitas penguasa dan rakyatnya untuk beribadah.
Tak hanya itu sejak lahirnya islam pada masa pra-kolonial , islam mendorong kaum muslimin untuk memenuhi kebutuhan dalam mengatur masalah agamanya sendiri. Pada masa ini raja dikerajaan islam pada umumnya menggunakan gelar “sultan”, tak jarang para sultan sendiri adalah orang-orang yang telah mendalami ajaran islam sehingga dalam diri mereka tergabung dua fungsi, yaitufungsi penguasa sekaligus ahli agama[5].
Dalam bidang adat-istiadat yang berkembang di Indonesia banyak dipengaruhi oleh ajaran islam, misalnya mayoritas dalam suatu acara resmi biasanya selalu menggunakan kalimat salam berupa kalimat “assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh”
Perkembangan islam mudah diterima oleh masyarakat Indonesia, karena:
1.      Agama islam bersifat tebuka, sehingga penyiaran dan penyebarab agama islam dapat dilakukan oleh setiap orang islam.
2.      Penyebrab agama islam dilakukan secara damai.
3.      Islam tidak mengenal diskriminasi dan tidak membedakan kedudukan seseorang dalam masyarakat.
4.      Perayaan-perayaan dalam agama islam dilakukan dengan sederhana.
5.      Dalam islam adanya kewajiban mengeluarkan zakat yang bertujuan untuk menciptakan kesejhteraan kehidupan masyarakar sosial dengan adanya kewajiban zakat bagi yang mampu.
PENUTUP
A.  Kesimpulan
1.      Islam sebagai agama sekaligus telah menjadi budaya masyarakat  Indonesia. Di sisi lain budaya-budaya local yang ada di masyarakat, tidak otomatis hilang dengan kehadiran Islam. Budaya-budaya local ini sebagian terus dikembangkan dengan mendapat warna-warna Islam. Perkembangan ini kemudian melahirkan “akulturasi budaya”.
2.      Peradaban Islam dalam sejarahnya telah memberikan andil yang cukup besar bagi kemajuan peradaban dunia.




















DAFTAR PUSTAKA

Muhaimin,Dr, Prof. M.A,Dr.Abd Mujib,M.Ag,Dr.Jusuf Mudzakkir,M.Si,Kawasn dan Wawasan Study Islam,Jakarta,Predana Mwdia, cet 1, 2005.
Anshari, saifudin, endang ,wawasan islam,jakarta, P.T Raja grafindo persada, 1993.
TIM Penyusun MKD, Merevitalisasi Pend.Pancasila Sebagai Pemandu Reformasi, Surabaya:IAIN SA Press, 2011.
Ayotrohaedi, Kepribadian budaya bangsa (local genius), Jakarta, Pustaka Jaya, 1986.
Ambary, Muarif, Hasan, Menemukan Peradaban Islam arkeologi dan Islam di Indonesia, Jakarta, Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, 1998.




[1] Prof.Dr.Muhaimin,M.A,Dr.Abd Mujib,M.Ag,Dr.Jusuf Mudzakkir,M.Si,Kawasn dan Wawasan Study Islam,(Jakarta:Predana Mwdia,cet 1,2005),100
[2] endang saifudin anshari ,wawasan islam,(jakarta: P.T Raja grafindo persada, 1993),240
[3]  Ayotrohaedi Kepribadian budaya bangsa (local genius), (Jakarta: PustaKa Jaya, 1986), hlm. 28-38.

[4] Hasan Muarif Ambary, Menemukan Peradaban Islam arkeologi dan Islam di Indonesia, (Jakarta: Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, 1998), hlm. 209.

[5] TIM Penyusun MKD,Merevitalisasi Pend.Pancasila Sebagai Pemandu Reformasi,(Surabaya:IAIN SA Press,2011),367.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar