short message

apabila kamu ingin mengenal dunia,maka membacalah..
namun jika kamu ingin dikenal dunia,maka menulislah...

Jumat, 13 Januari 2012

puasa


1.        Latar Belakang
Tidak asing lagi puasa adalah suatu kewajiban yang telah dititahkan Allah kepada umat manusia, khususnya adalah kaum muslimin. Seiring bergantinya zaman, yang saat ini sudah mencapai zaman modernisasi yang sangat komplek sehingga banyak umat manusia yang lebih khususnya pada kaum awam yang lalai akan tugas-tugasnya pada sang Kholiq.
Salah satu agen yang bisa merubah masyarakat yang saat ini telah lalai akan tugas-tugasnya kepada sang Kholiq, yaitu kaum pelajar yang telah menyandang gelar Agen of Change yang mempunyai fungsi salah satunya mentransfer ilmu-ilmunya kepada masyarakat guna memperbaiki urusan yang bersifat vertikal.
Makalah yang berjudul Udzur Puasa ini semoga bisa menjadi suatu transferan atau nasehat bagi kaum awam sehingga mampu memperbaiki dan mampu menjalankan apa yang sebenarnya menjadi tugas dan kewajibannya. Kerena kita diciptakan di dunia ini tidak diperintah apapun, kecuali hanya untuk beribadah kepada Allah SWT.


2.        Rumusan Masalah
a.              Apa yang dinamakan dengan Udzur Puasa?
b.             Ada berapa Udzur dalam berpuasa?
c.              Apa saja yang termasuk dalam kategori Udzur Puasa?
d.             Konsenkwensi apa yang diberikan kepada orang yang sedang Udzur Puasa?
e.              Apa saja hikmah-hikmah Puasa?


3.        Tujuan Penulisan
a.              Agar pembaca dapat memahami tentang Udzur Puasa dan Hikmah Puasa. Dan untuk memotifasi pembaca agar dalam menjalani puasa, mereka tetap semangat dalam menjalani kegiatan sehari-hari.
b.             Untuk menuntun pembaca agar dalam hal beribadah, khususnya ibadah puasa, mereka sejalan dengan apa yang telah disyari’atkan oleh agama Islam.





A.           Pengertian Udzur
Secara bahasa, )( عذر A dzara[1]berasal dari bahasa Arab, yang mempunyai makna menghalangi. Di sini maksudnya bahwa orang tersebut boleh tidak berpuasa, tetapi harus menerima konsekwensinya.

B.            Udzur-udzur puasa adalah sebagai berikut:
1.      Orang Lanjut Usia
Jika orang Muslim atau wanita Muslimin mencapai usia tua dan tidak sanggup berpuasa maka di perbolehkan berbuka pada (siang hari).Dan sebagai ganti dari puasa yang dia tinggalkan adalah ia harus memberi makan (kepada faqir miskin) dari setiap harinya (meninggalkan puasa)yaitu satu mud. Tentang satu mud ini –sebagaimana telah lewat keterangganya ialah,1,1/3 kati menurut ukuran di negeri Irak,dan bisa  di ungkapkan pula hal itu,dengan kati di kota Baghdad.Dan apabila orang tersebut tidak mampu untuk menggatinya dengan ukuran satu mud,ia boleh  dengan satu genggam makanan,karena Abdullah bin Al-Abbas Radhiyallahu Anhuma berkata,”Orang lanjut usia diberi keringganan untuk memberi makan setiap hari kepada orang miskin dan tidak mengganti puasa.” (Diriwayatkan Ad-Daruquthni dan Al- Hakim yang men-shahih-kannya).[2]

2.      Musafir (Orang yang Bepergian)
Jika musafir merasa puasa amat memberatkannya karena perjalanan yang ditempuh sangatlah jauh jarak qasar, yaitu 48 mil atau juga 80 km atau lebih, maka Allah  Ta’ala memberi keringanan kepadanya untuk tidak berpuasa dengan syarat ia menggantinya ketika dia sudah kembali ke negerinya, karena Allah Ta’ala berfirman:



184. (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka Barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi Makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan[3], Maka Itulah yang lebih baik baginya. dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.


Jika musafir tidak menemui kesulitan untuk berpuasa dalam perjalanan,kemudiania berpuasa,itu sangat baik sekali,tapi kalau tidak sanggup berpuasa dalam perjalanan,kemudian tidak berpuasa, itu juga baik bagi dirinya. Karena Abu Said Al-Khudri Radhiyallahu Anhu berkata: “Kami pernah berperang bersama Rasullullah SAW di bulan Ramadhan. Diantara kita ada yang berpuasa dan juga ada yang tidak berpuasa. Orang yang berpuasa tidak marah kepada orang yang tidak  berpuasa dan begitu juga dengan orang yang tidak puasa juga tidak marah kepada orang yang berpuasa. Kemudian kata sahabat berpendapat barang siapa mendapatkan kekuatan kemudian berpuasa, itu baik,
dan barangsiapa mendapati dirinya lemah kemudian tidak berpuasa, itu juga baik baginya.’’ (Diriwayatkan Muslim).[4]

3.        Wanita Hamil Dan Wanita yang Menyusui
Jika wanita Muslim hamil,mengkhawatirkan atas (bahaya yang mengancam kesehatan) dirinya yang akan di jumpai mereka sebab berpuasa,sebagaimana bahaya orang yang sedang sakit, maka mereka id perbolehkan tidak puasa,dan (tetapi) mereka wajib melaksanakan  qadla’ puasa.

Dan jika mereka mengkhawatirkan kepada anak mereka,maksudnya khawatir akan “terjadi keguguran pada bayinya’’ di dalam hal orang yang hamil; dan khawatir “akan sedikitnya  (berkurangnya air susu)’’ di dalam hal orang yang menyusui anak; maka mereka boleh tidak berpuasa,Hukum ini bersumber dari firman Allah Ta’alla:        
184. (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka Barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi Makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan[114], Maka Itulah yang lebih baik baginya. dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.

[114] Maksudnya memberi Makan lebih dari seorang miskin untuk satu hari.



Sesuatu yang harus dilakukan oleh seorang wanita yang meninggalkan puasa sebab hamil atau juga sedang menyusui,mereka di perbolehkan meninggalkan puasa dengan konsekwensinya mereka harus mengqadla’puasanya dan juga wajib menunaikan kifarah.Dan(yang di maksud dengan) “kifarah”ialah hendaklah orang tersebut di atas mengeluarkan dari setiap hari (dia tidak puasa) sebanyak satu mud. Tentang satu mud ini –sebagaimana telah lewat keteranganya-ialah 1,1/3 kati menurut ukuran orang di negeri Irak, dan bisa diungkapkan pula hal itu,dengan katidi kota Baghdad.
Catatan :
1.        Barang siapa lalai dalam mengganti puasanya tanpa udzur hingga bulan Ramadhan yang baru tiba,ia wajib memberi makan orang miskin setiap hari sebagai alternatif mengganti puasanya.
2.        Jika salah seorang dari kaum Muslimin meninggal dunia dalam keadaan mempunyai hutang puasa,puasanya di gantikan ahli warisnya (walinya),karena Rasullallah SAW bersabda:
      
Yang artiya :
Barang siapa yang meninggal dunia dalam keadaan mempunyai hutang puasa,walinya harus berpuasa (menggantikannya).” (Muttfaq Alaih)

Seorang sahabat berkata pada Rosullullah S.A.W:
Sesungguhnya ibuku meninggal dunia dalam keadaan mempunyai hutang puasa sebulan,apakah aku menggatikan puasanya?” Rasullullah S.A.W bersabda: ”Ya,hutang Allah itu lebih layak dibayar,”(Muttafaq Alaih)



4.        Karena khawatir dengan dirinya.
       Maksudnya disini adalah, apabila seseorang tersebut berpuasa, dia khawatir akan terjdi sesuatu dengan dirinya yang sesuatu ini dapat memadloroti bagi badannya, baik madlorot jasmani maupun rohaninya. Misalkan dari sang dokter seorang tersebut harus meminum air lebih dari 4 gelas setiap hari. Dan hal ini sudah dibuktikan olehnya ketika dia tidak meminum air lebih dari 4 gelas, dia tidak mempunyai daya. Hal seperti inilah yang membolehkan orang tidak berpuasa. Tapi orang tersebut harus ada konsekwensinya.[5]Keterangan ini berdasarkan Qoidah Fiqih:


لا ضرر و لا ضِرَا ر
Artinya:“jangan memudlorotkan dan jangan dimadlorotkan”[6]



                        Terpaksa karena Pekerjaan Berat
Pekerjaan tersebut dapat membahayakan dirinya.Maksudnya, apabila orang  tersebut tetap melakukan pekerjaan tersebut, itu dapat membahayakan kondisi kesehatannya. Jumhur Fukaha menentukan bahwa orang yang melakukan pekerjaan berat (seperti tukang batu, tukang roti, tukang besi atau tukang penggali barang tambang) wajib berniat sahur dan berniat puasa. Pendapat ini berdasarkan ayat:
$ygƒr'¯»tƒšúïÏ%©!$#(#qãYtB#uäŸw(#þqè=à2ù's?Nä3s9ºuqøBr&Mà6oY÷t/È@ÏÜ»t6ø9$$Î/HwÎ)br&šcqä3s?¸ot»pgÏB`tã<Ú#ts?öNä3ZÏiB4Ÿwur(#þqè=çFø)s?öNä3|¡àÿRr&4¨bÎ)©!$#tb%x.öNä3Î/$VJŠÏmuÇËÒÈ
29. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu[287]; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.

[287] Larangan membunuh diri sendiri mencakup juga larangan membunuh orang lain, sebab membunuh orang lain berarti membunuh diri sendiri, karena umat merupakan suatu kesatuan.

C.      Hal-hal yang berkaitan tentang orang yang tidak puasa atau orang yang merusakPuasanya

a.         Mengkodlo’ puasa
Menurut kitab Fath-Hul Mu’in, bahwasannya orang mengkodlo’ puasa wajib yang belum ia penuhi pada saat itu, baik orang tadi meninggalkan puasa karena udzur, itu  hukumnya wajib untuk mengkodlo’ puasanya. Kecuali orang tersebut meninggalkan puasa dengan alasan gila atau mabuk yang bukan karena sengaja.Mengkodlo’ Puasa pada hari Syakh
Di dalam kitab Minhajul Khowim, dijelaskan bahwasannya mengkodlo’ puasa pada hari syakh itu humumnya makruh. Yang dimaksud Hari Syakh di sini adalah tanggal 30 Sya’ban. Alasannya karena dimungkinkan tanggal 30 sya’ban ini sudah masuk pada tanggal 1 Ramadhan.
b.        Belum sempat mengkodlo’ sudah datang Bulan Ramadhan
Dalam hal ini apabila seseorang mempunyai hutang puasa pada tahun sebelumnya, dan orang tersebut belum sempat mengkodlo’ puasanya, padahal ia sudah mampu menunuaikannya kemudian ia meninggal, maka sebagai seorang ahli waris wajib mengeluarkan 2 mud tiap satu hari sebagai fidyah. Ini dengan catatan apabila kerabat atau ahli waris tersebut tidak mangkodlo’ puasa tersebut. Apabila ahli waris tersbut mampu untuk mengkodlo’ puasa tersebut, maka ahli waris tidak perlu mengeluarkan fidyah.



D.                Perbedaan Ulama’
Dalam menyikapi hal ini, yaitu khususnya pada Bab Udzur Puasa, banyak Ulama’ yang berbeda pendapat. Diantaranya yaitu:
1.        Asy-Syekh Zainuddin Abdul Aziz Al-Maribari. Mengungkapan bahwa seseorang wajib mengkodlo’ puasa wajib, walaupun dia meninggalkan puasa tersebut dengan sebab Udzur. Seperti Puasa kafarat, atau nadzar yang orang tersebut didak puasa karena sakit, atau nifas.
2.        Asy-Syekh Muhammad bin Qosim Al-Ghazy. Mengungkapkan pendapat dalam kitabnya yang telah termasyhur di kalangan Muslimin, yaitu Fathul Qorib.
Bahwasannya “orang yang meninggalkan puasa dengan sebab Udzur, tidak wajib mengkodlo’nya.
3.        Menurut Imam Syafi’i, tidak diperbolehkan mengkodlo’ puasa orang yang sudah meninggal secara mutlak.
4.        Imam mengungkapkan pendapatnya dan membenarkan qoul Qodim, bahwasannya boleh apabila ahli waris mengkodlo’ puasa orang yang sudah meninggal. Dengan catatan apabila orang tersebut tidak meninggalkan harta benda.

E.       Analisa Penulis
1.        Setelah Penulis menulis beberapa materi mengenai Udzur Puasa, penulis dapat menganalisis materi ini. Secara umum, ketika Syari’at memerintahkan untuk melakukan kewajiban sesuatu yang berhubungan dengan sang Kholiq ataupun yang berhubungan dengan sesama manusia. Syar’i telah menentukan batas-batasannya. Dan syar’ipun memerintahkan kewajiban itu tidak secara memaksa. Buktinya dalam hal memerintahkan kita berpuasa, dalam hal ini Syar’i tidak menunjuk subyek untuk melakukan kewajiban ini. Melainkan orang-orang yang sudah mampu secara lahiriyah maupun bathiniyah.
2.        Mengenai perspektif Ulama’ yang majemuk, penulis menilai, itu merupakan hal biasa. Karena metode yang digunakan oleh Ulama’ 1 dengan Ulama’ yang lainnya, itu berbeda. Akhirnya karena menggunakan metode berbeda, maka menghasilkan sebuah hukum yang berbeda. Yang penting dalam hal ini ada dasar dan juga menggunakan alasan yang rasional.

F.       Hikmah-hikmah Puasa
Ø  Setiap orang yang berpuasa, pahalanya akan dilipat gandakan. Dari 1 kebaikan akan dilipat gandakan menjadi 10 kebaikan sampai 700 kebaikan dan juga sampai tak terhingga.[7]
1)             Akan mendapatkan 2 kenikmatan:Ketika berbuka puasa

2)             Ketika bertemu dengan Tuhannya. Karena sesungguhnya nafas orang yang berpuasa itu baunya lebih harum daripada bau minyak wangi.[8]
Ø   Sebagai pelindung dari api neraka. Seperti pelindung ketika seseorang sedang berperang. Pada hari kiamat, orang yang berpuasa akan dipanggil oleh Pintu Rayyan. Yang pintu tersebut merupakan pintu yang paling baik. Dimana kalau orang orang itu masuk melewati pintu tersebut, maka dia tidak akan merasakan dahaga selama-lamanya.[9]
Ø   Apaila orang tersebut melakukan puasa karena iman dan mencari pahala, maka dosa-dosa orang tersebut yang terdahulu, semuanya akan dihapus oleh Allah SWT.[10]



        




Kesimpulan
Setelah penulis menguraikan beberapa materi mengenai seputar puasa, akhirnya penulis menyimpulkan:
a.         Udur Puasa ada 6. Yaitu:
Ø  Sakit
Ø  Safar Masyru’
Ø  Wanita hamil dan menyusui yang khawatir pada janin atau anaknya
Ø  Orang yang sudah lanjut usia
Ø  Haid dan Nifas
Ø  Pekerja Berat
b.        Konsekwensi yang harus dilakukan oleh oarang yang meninggalkan puasa:
Ø  Memberi makan kepada fakir miskin sebanyak 1 mud dalam 1 hari
Ø  Mengkodlo’ puasa












DAFTAR PUSTAKA

Sunarto, Ahmad, Terjemah Fath-hul Qorib, Al-Hidayah, Surabaya, 1991
Hiyad, Abdul, Terjemah Fth-hul Mu’in, Al-Hidayah, Surabaya, 1998
Zuhaili, Wahbah, Fiqh al-Islam wa-Adilatuhu, Terjemah Agus Efendi dkk. Remaja RosdakaryaOffset, Bandung, 1996
Hadits Ibnu Majjah
Dzajuli, H. A., Kaidah kaidah Fikih, Kencana, Jakarta, 2010
Abdurrasyid H. G. Dkk., Kamus Arab Indonesia, Pustaka Setia, Bandung, 2005
















[1]Kamus Arab Indonesia, Pustaka Setia, Bandung, 2005, hal. 306
[2]Terjemah Fath-hul Qorib, hal. 96

[3]Maksudnya memberi Makan lebih dari seorang miskin untuk satu hari.

[4]Terjemah Fath-hul Mu’in. Hal. 207
[5]Ibid
[6]Zuhaili, Wahbah, Fiqh al-Islam wa-Adilatuhu, Terjemah Agus Efendi, hal. 220
[7]Hadits Ibnu Majjah. Jilid 2, hal 525, 1637

[8]Ibid., hlm. 526, 1638
[9]Ibid.,
[10]Ibid.,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar