1.
Latar
Belakang
Tidak asing lagi puasa
adalah suatu kewajiban yang telah dititahkan Allah kepada umat manusia,
khususnya adalah kaum muslimin. Seiring bergantinya zaman, yang saat ini sudah mencapai
zaman modernisasi yang sangat komplek sehingga banyak umat manusia yang lebih
khususnya pada kaum awam yang lalai akan tugas-tugasnya pada sang Kholiq.
Salah satu agen yang
bisa merubah masyarakat yang saat ini telah lalai akan tugas-tugasnya kepada
sang Kholiq, yaitu kaum pelajar yang telah menyandang gelar Agen of Change yang
mempunyai fungsi salah satunya mentransfer ilmu-ilmunya kepada masyarakat guna
memperbaiki urusan yang bersifat vertikal.
Makalah yang berjudul
Udzur Puasa ini semoga bisa menjadi suatu transferan atau nasehat bagi kaum
awam sehingga mampu memperbaiki dan mampu menjalankan apa yang sebenarnya
menjadi tugas dan kewajibannya. Kerena kita diciptakan di dunia ini tidak
diperintah apapun, kecuali hanya untuk beribadah kepada Allah SWT.
2.
Rumusan
Masalah
a.
Apa yang
dinamakan dengan Udzur Puasa?
b.
Ada berapa Udzur
dalam berpuasa?
c.
Apa saja yang
termasuk dalam kategori Udzur Puasa?
d.
Konsenkwensi apa
yang diberikan kepada orang yang sedang Udzur Puasa?
e.
Apa saja
hikmah-hikmah Puasa?
3.
Tujuan
Penulisan
a.
Agar pembaca
dapat memahami tentang Udzur Puasa dan Hikmah Puasa. Dan untuk memotifasi
pembaca agar dalam menjalani puasa, mereka tetap semangat dalam menjalani
kegiatan sehari-hari.
b.
Untuk menuntun
pembaca agar dalam hal beribadah, khususnya ibadah puasa, mereka sejalan dengan
apa yang telah disyari’atkan oleh agama Islam.
A.
Pengertian
Udzur
Secara bahasa, ‘)( عذر A dzara[1]berasal
dari bahasa Arab, yang mempunyai makna menghalangi. Di sini maksudnya
bahwa orang tersebut boleh tidak berpuasa, tetapi harus menerima
konsekwensinya.
B.
Udzur-udzur
puasa adalah sebagai berikut:
1.
Orang
Lanjut Usia
Jika orang
Muslim atau wanita Muslimin mencapai usia tua dan tidak sanggup berpuasa maka
di perbolehkan berbuka pada (siang hari).Dan sebagai ganti dari puasa
yang dia tinggalkan adalah ia harus memberi makan (kepada faqir miskin) dari
setiap harinya (meninggalkan puasa)yaitu satu mud. Tentang satu mud ini
–sebagaimana telah lewat keterangganya ialah,1,1/3 kati menurut ukuran di
negeri Irak,dan bisa di ungkapkan pula
hal itu,dengan kati di kota Baghdad.Dan apabila orang tersebut tidak mampu
untuk menggatinya dengan ukuran satu mud,ia boleh dengan satu genggam makanan,karena Abdullah
bin Al-Abbas Radhiyallahu Anhuma berkata,”Orang lanjut usia diberi
keringganan untuk memberi makan setiap hari kepada orang miskin dan tidak
mengganti puasa.” (Diriwayatkan Ad-Daruquthni dan Al- Hakim yang men-shahih-kannya).[2]
2.
Musafir
(Orang yang Bepergian)
Jika musafir merasa puasa amat
memberatkannya karena perjalanan yang ditempuh sangatlah jauh jarak qasar,
yaitu 48 mil atau juga 80 km atau lebih, maka Allah Ta’ala memberi keringanan kepadanya untuk
tidak berpuasa dengan syarat ia menggantinya ketika dia sudah kembali ke negerinya,
karena Allah Ta’ala berfirman:
184. (yaitu) dalam beberapa hari yang
tertentu. Maka Barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan
(lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang
ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. dan wajib bagi orang-orang yang
berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu):
memberi Makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan
kebajikan[3],
Maka Itulah yang lebih baik baginya. dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu
mengetahui.
Jika musafir
tidak menemui kesulitan untuk berpuasa dalam perjalanan,kemudiania berpuasa,itu
sangat baik sekali,tapi kalau tidak sanggup berpuasa dalam perjalanan,kemudian
tidak berpuasa, itu juga baik bagi dirinya. Karena Abu Said Al-Khudri Radhiyallahu
Anhu berkata: “Kami pernah berperang bersama Rasullullah SAW di bulan
Ramadhan. Diantara kita ada yang berpuasa dan juga ada yang tidak berpuasa. Orang
yang berpuasa tidak marah kepada orang yang tidak berpuasa dan begitu juga dengan orang yang
tidak puasa juga tidak marah kepada orang yang berpuasa. Kemudian kata sahabat
berpendapat barang siapa mendapatkan kekuatan kemudian berpuasa, itu baik,
dan barangsiapa mendapati dirinya
lemah kemudian tidak berpuasa, itu juga baik baginya.’’ (Diriwayatkan Muslim).[4]
3.
Wanita
Hamil Dan Wanita yang Menyusui
Jika wanita
Muslim hamil,mengkhawatirkan atas (bahaya yang mengancam kesehatan) dirinya
yang akan di jumpai mereka sebab berpuasa,sebagaimana bahaya orang yang sedang
sakit, maka mereka id perbolehkan tidak puasa,dan (tetapi) mereka wajib
melaksanakan qadla’ puasa.
Dan jika mereka mengkhawatirkan
kepada anak mereka,maksudnya khawatir akan “terjadi keguguran pada bayinya’’ di
dalam hal orang yang hamil; dan khawatir “akan sedikitnya (berkurangnya air susu)’’ di dalam hal orang
yang menyusui anak; maka mereka boleh tidak berpuasa,Hukum ini bersumber dari
firman Allah Ta’alla:
184. (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu.
Maka Barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia
berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu
pada hari-hari yang lain. dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya
(jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi Makan seorang
miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan[114], Maka
Itulah yang lebih baik baginya. dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu
mengetahui.
[114]
Maksudnya memberi Makan lebih dari seorang miskin untuk satu hari.
Sesuatu yang harus dilakukan oleh
seorang wanita yang meninggalkan puasa sebab hamil atau juga sedang
menyusui,mereka di perbolehkan meninggalkan puasa dengan konsekwensinya mereka
harus mengqadla’puasanya dan juga wajib menunaikan kifarah.Dan(yang di maksud
dengan) “kifarah”ialah hendaklah orang tersebut di atas mengeluarkan dari
setiap hari (dia tidak puasa) sebanyak satu mud. Tentang satu mud ini
–sebagaimana telah lewat keteranganya-ialah 1,1/3 kati menurut ukuran orang di
negeri Irak, dan bisa diungkapkan pula hal itu,dengan katidi kota Baghdad.
Catatan :
1.
Barang
siapa lalai dalam mengganti puasanya tanpa udzur hingga bulan Ramadhan yang
baru tiba,ia wajib memberi makan orang miskin setiap hari sebagai alternatif
mengganti puasanya.
2.
Jika
salah seorang dari kaum Muslimin meninggal dunia dalam keadaan mempunyai hutang
puasa,puasanya di gantikan ahli warisnya (walinya),karena Rasullallah SAW
bersabda:
Yang artiya :
“Barang siapa yang meninggal
dunia dalam keadaan mempunyai hutang puasa,walinya harus berpuasa
(menggantikannya).” (Muttfaq Alaih)
Seorang sahabat berkata pada
Rosullullah S.A.W:
“Sesungguhnya ibuku meninggal
dunia dalam keadaan mempunyai hutang puasa sebulan,apakah aku menggatikan
puasanya?” Rasullullah S.A.W bersabda: ”Ya,hutang Allah itu lebih layak
dibayar,”(Muttafaq Alaih)
4.
Karena khawatir dengan dirinya.
Maksudnya disini adalah, apabila
seseorang tersebut berpuasa, dia khawatir akan terjdi sesuatu dengan dirinya
yang sesuatu ini dapat memadloroti bagi badannya, baik madlorot jasmani maupun
rohaninya. Misalkan dari sang dokter seorang tersebut harus meminum air lebih
dari 4 gelas setiap hari. Dan hal ini sudah dibuktikan olehnya ketika dia tidak
meminum air lebih dari 4 gelas, dia tidak mempunyai daya. Hal seperti inilah
yang membolehkan orang tidak berpuasa. Tapi orang tersebut harus ada
konsekwensinya.[5]Keterangan ini berdasarkan
Qoidah Fiqih:
لا ضرر و لا ضِرَا ر
Artinya:“jangan
memudlorotkan dan jangan dimadlorotkan”[6]
Terpaksa karena Pekerjaan Berat
Pekerjaan
tersebut dapat membahayakan dirinya.Maksudnya, apabila orang tersebut tetap melakukan pekerjaan tersebut,
itu dapat membahayakan kondisi kesehatannya. Jumhur Fukaha menentukan bahwa
orang yang melakukan pekerjaan berat (seperti tukang batu, tukang roti, tukang
besi atau tukang penggali barang tambang) wajib berniat sahur dan berniat
puasa. Pendapat ini berdasarkan ayat:
$ygr'¯»túïÏ%©!$#(#qãYtB#uäw(#þqè=à2ù's?Nä3s9ºuqøBr&Mà6oY÷t/È@ÏÜ»t6ø9$$Î/HwÎ)br&cqä3s?¸ot»pgÏB`tã<Ú#ts?öNä3ZÏiB4wur(#þqè=çFø)s?öNä3|¡àÿRr&4¨bÎ)©!$#tb%x.öNä3Î/$VJÏmuÇËÒÈ
29.
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan
suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu[287];
Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.
[287] Larangan membunuh diri sendiri mencakup juga
larangan membunuh orang lain, sebab membunuh orang lain berarti membunuh diri
sendiri, karena umat merupakan suatu kesatuan.
C.
Hal-hal
yang berkaitan tentang orang yang tidak puasa atau orang yang merusakPuasanya
a.
Mengkodlo’ puasa
Menurut kitab Fath-Hul
Mu’in, bahwasannya orang mengkodlo’ puasa wajib yang belum ia penuhi pada saat
itu, baik orang tadi meninggalkan puasa karena udzur, itu hukumnya wajib untuk mengkodlo’ puasanya. Kecuali
orang tersebut meninggalkan puasa dengan alasan gila atau mabuk yang bukan
karena sengaja.Mengkodlo’ Puasa pada hari Syakh
Di dalam kitab Minhajul
Khowim, dijelaskan bahwasannya mengkodlo’ puasa pada hari syakh itu humumnya
makruh. Yang dimaksud Hari Syakh di sini adalah tanggal 30 Sya’ban.
Alasannya karena dimungkinkan tanggal 30 sya’ban ini sudah masuk pada tanggal 1
Ramadhan.
b.
Belum sempat mengkodlo’ sudah datang Bulan Ramadhan
Dalam hal ini apabila
seseorang mempunyai hutang puasa pada tahun sebelumnya, dan orang tersebut
belum sempat mengkodlo’ puasanya, padahal ia sudah mampu menunuaikannya
kemudian ia meninggal, maka sebagai seorang ahli waris wajib mengeluarkan 2 mud
tiap satu hari sebagai fidyah. Ini dengan catatan apabila kerabat atau ahli
waris tersebut tidak mangkodlo’ puasa tersebut. Apabila ahli waris tersbut
mampu untuk mengkodlo’ puasa tersebut, maka ahli waris tidak perlu mengeluarkan
fidyah.
D.
Perbedaan
Ulama’
Dalam menyikapi hal ini, yaitu
khususnya pada Bab Udzur Puasa, banyak Ulama’ yang berbeda pendapat.
Diantaranya yaitu:
1.
Asy-Syekh
Zainuddin Abdul Aziz Al-Maribari. Mengungkapan bahwa seseorang wajib mengkodlo’
puasa wajib, walaupun dia meninggalkan puasa tersebut dengan sebab Udzur.
Seperti Puasa kafarat, atau nadzar yang orang tersebut didak puasa karena
sakit, atau nifas.
2.
Asy-Syekh
Muhammad bin Qosim Al-Ghazy. Mengungkapkan pendapat dalam kitabnya yang telah
termasyhur di kalangan Muslimin, yaitu Fathul Qorib.
Bahwasannya “orang yang
meninggalkan puasa dengan sebab Udzur, tidak wajib mengkodlo’nya.
3.
Menurut Imam
Syafi’i, tidak diperbolehkan mengkodlo’ puasa orang yang sudah meninggal secara
mutlak.
4.
Imam
mengungkapkan pendapatnya dan membenarkan qoul Qodim, bahwasannya boleh apabila
ahli waris mengkodlo’ puasa orang yang sudah meninggal. Dengan catatan apabila
orang tersebut tidak meninggalkan harta benda.
E. Analisa Penulis
1.
Setelah Penulis
menulis beberapa materi mengenai Udzur Puasa, penulis dapat menganalisis materi
ini. Secara umum, ketika Syari’at memerintahkan untuk melakukan kewajiban
sesuatu yang berhubungan dengan sang Kholiq ataupun yang berhubungan dengan
sesama manusia. Syar’i telah menentukan batas-batasannya. Dan syar’ipun
memerintahkan kewajiban itu tidak secara memaksa. Buktinya dalam hal
memerintahkan kita berpuasa, dalam hal ini Syar’i tidak menunjuk subyek untuk melakukan
kewajiban ini. Melainkan orang-orang yang sudah mampu secara lahiriyah maupun
bathiniyah.
2.
Mengenai
perspektif Ulama’ yang majemuk, penulis menilai, itu merupakan hal biasa.
Karena metode yang digunakan oleh Ulama’ 1 dengan Ulama’ yang lainnya, itu berbeda.
Akhirnya karena menggunakan metode berbeda, maka menghasilkan sebuah hukum yang
berbeda. Yang penting dalam hal ini ada dasar dan juga menggunakan alasan yang
rasional.
F. Hikmah-hikmah
Puasa
Ø Setiap
orang yang berpuasa, pahalanya akan dilipat gandakan. Dari 1 kebaikan akan
dilipat gandakan menjadi 10 kebaikan sampai 700 kebaikan dan juga sampai tak
terhingga.[7]
1)
Akan mendapatkan
2 kenikmatan:Ketika berbuka puasa
2)
Ketika bertemu
dengan Tuhannya. Karena sesungguhnya nafas orang yang berpuasa itu baunya lebih
harum daripada bau minyak wangi.[8]
Ø
Sebagai
pelindung dari api neraka. Seperti pelindung ketika seseorang sedang berperang.
Pada hari kiamat, orang yang berpuasa akan dipanggil oleh Pintu Rayyan. Yang
pintu tersebut merupakan pintu yang paling baik. Dimana kalau orang orang itu
masuk melewati pintu tersebut, maka dia tidak akan merasakan dahaga
selama-lamanya.[9]
Ø
Apaila orang
tersebut melakukan puasa karena iman dan mencari pahala, maka dosa-dosa orang
tersebut yang terdahulu, semuanya akan dihapus oleh Allah SWT.[10]
Setelah penulis menguraikan
beberapa materi mengenai seputar puasa, akhirnya penulis menyimpulkan:
a.
Udur Puasa ada
6. Yaitu:
Ø Sakit
Ø Safar
Masyru’
Ø Wanita
hamil dan menyusui yang khawatir pada janin atau anaknya
Ø Orang
yang sudah lanjut usia
Ø Haid
dan Nifas
Ø Pekerja
Berat
b.
Konsekwensi yang
harus dilakukan oleh oarang yang meninggalkan puasa:
Ø Memberi
makan kepada fakir miskin sebanyak 1 mud dalam 1 hari
Ø Mengkodlo’
puasa
DAFTAR PUSTAKA
Sunarto,
Ahmad, Terjemah Fath-hul Qorib,
Al-Hidayah, Surabaya, 1991
Hiyad,
Abdul, Terjemah Fth-hul Mu’in, Al-Hidayah,
Surabaya, 1998
Zuhaili,
Wahbah, Fiqh al-Islam wa-Adilatuhu, Terjemah Agus Efendi dkk. Remaja RosdakaryaOffset, Bandung, 1996
Hadits
Ibnu Majjah
Dzajuli,
H. A., Kaidah kaidah Fikih, Kencana, Jakarta, 2010
Abdurrasyid
H. G. Dkk., Kamus Arab Indonesia, Pustaka Setia, Bandung, 2005
Tidak ada komentar:
Posting Komentar