A. LAA Latar Belakang
Di dalam agama islam terdapat suatu
pemikiran atau itu sebuah pemikiran murni baik aspeknya menunjukan pemikiran
murni atau pemikiran yang sudah di kombinasikan dengan lingkungan dan juga
dalam pemikiran ini tidak ada batasnya , yaitu baik batasan secara syar’i atau
batasan agama karena pemikiran ini bersifat radikal artinya mengungkap sebuah
masalah hingga akarnya.
Ilmu inilah
yang tidak asing lagi bagi kita semua yang telah duduk di perguruan tinngi, karena ilmu ini juga di sebut dengan induk
dari segala ilmu adalah filsafat. karena ilmu apapun pasti di awali dengan
pemikiran.pemikmiran yang radikal karena mahasiswa di tuntut untuk kritis suatu
masalah tak heran jika mata kuliah pengantar filsafat mempunyai runtutan
masalah dalam menyelesaikanya yaitu ada yang terdapat pada masa klasik dan masa
modern.
B.Rumusan masalah
a)
Apa yang
dinamakan filsafat modern ?
b)
Ap sajakah yang
termasuk aliran filsafat modern ?
c)
Ada berapa
aliran dalam filsafat modern?
C.Tujuan penulis
a) Agar
mengerti tentang filsafat modern.
b) Dapat
menguuraikan secara mendetail aliran filsafat modern
c) Dapat
mengetahui bagaimana cara berfikir filsafat modern.
Sejarah Filsafat
Modern (1600-1900)
Berawal pada paruh abad ke-16 M, Setelah terlebuh dahulu dimulai oleh
gerakan Renaisasce dan Humanisme di Eropa Barat (pertengahan tahun 1300-1600).
Gerakan ini merupakan reaksi dari kekuasaan gereja , Upaya mereka melepaskan
diri dari gereja membawa mereka pada penggalian dari karya-karya lama dari
zaman Yunani Kuno. Pada masa ini sulit sekali dibedakan antara ilmuwan dan
filsuf, sampai pada abad ke-18 pun apa yang dinamakan ilmu pengetahuan sering
disebut dengan filsafat alam, atas dasar ini mereka mengajarkan bahwa cara
terbaik untuk menjelaskan tentang gejala alam bukanlah dengan mengacu pada
ajaran gereja, melainkan pada eksperimen dan perhitungan-perhitungan
matematis.. Menurut mereka, "Buku alam harus diinterogasi secara
eksperimental dan matematis."
Dalam filsafat muncul kegenderungan
untuk menggali akar-akar pengetahuan. Namun berkembangnya ilmu-ilmu alam
mendorong para filsus untuk bertanya tentang hakikat manusia, dari
pertanyaan-pertanyaan tersebut menimbulkan berbagaimacam jawaban. Materialisme
mengajarkan bahwa pada dararnya manusia adalah materi , jadi tidak berbeda-beda
dengan materi lainnya yang ada dalam alam semesta iniSebaliknya idealisme
mengajarkan bahwa jiwalah yang merupakan intisari manusia, sehingga segala
gerak-gerik manusia adalah bersumber dari kekuatan yang bersifat rohani , yakni
yang Illahi dan jiwa manusia itu sendiri.[1]
A. Masa-Masa Filsafat Modern
a. Renaisance
Di dalam sejarah, para ahli banyak menunjuk masa
di abad ke-15 Eropa sebagai awal masa modern Menurut Walter Kauffman, filsafat
modern adalah filsafat yang berkembang pada masa abad ke-17 hingga awal abad
ke-20 Masehi. Filsafat ini berkembang di Eropa Barat
dan Amerika Utara.
Masa
reanaisans adalah masa tepat di mana organisasi kekuasaan terdahulu (gereja dan
kerajaan) mulai “bermasalah”. Peran organisasi tersebut mulai dipertanyakan
umat manusia sebab tidak mampu menjawab berbagai kejanggalan tentang hakikat
kemanusiaan. Beberapa tokoh mulai memperkenalkan diskursus tentang negara
bangsa sebagai pengganti kerajaan. Di saat yang sama, rasionalitas mulai
mendapat perhatian di hati masyarakat Eropa.
Penjelasan
singkat di atas menggambarkan bahwa pada dasarnya renaisans dimunculkan oleh
dua motivasi besar. Pertama, karena penolakan terhadap gaya berpikir masa pertengahan dan kedua,
keinginan untuk menghidupkan kembali kejayaan intelektual kuno (Yunani).[2]
Secara
harfiah, renaisans memang berarti kelahiran kembali yang diturunkan dari bahasa
Itali atau Latin rinascita atau renasci. Kelahiran kembali yang
dimaksud adalah mengkaji kembali karya-karya pemikir Yunani awal
b. Humanisme
Istilah humanisme diawali dari Term
humanis atau humanum (yang manusiawi) yang jauh lebih dulu dikenal, yaitu mulai
sekitar masa akhir zaman skolastik di Italia pada abad ke 14 hingga tersebar ke
hampir seluruhEropa di abad ke 16.
Terma
humanis (humanum) tersebut dimaksudkan untuk menggebrak kebekuan gereja yang
memasung kebebasan, kreatifitas, dan nalar manusia yang di inspirasi dari
kejayaan kebudayaan Romawi dan Yunani. Gerakan humanis berkembang dan menjadi
cikal bakal lahirnya renaisance di Eropa.
Dalam
perkembangannya humanisme di Eropa menampilkan penentangan yang cukup gigih
terhadap agama (dalam hal ini Kristen) dan mencapai puncaknya,ketika Augusto
Comte mendeklarasikan “agama humanitarian” dan menggantikanagama yang dianggap
tidak humanis.
Pertentangan
ini terus berlangsung, hingga di pertengahan abad ke 20 para pemuka-pemuka
Kristen mulai memberi ruang apresiasi bagi humanisme dan pada konsili Vatikan
II (1962-1965) pihak Katolik memberi respon positif terhadap humanisme. Namun
lucunya, ketika kalangan agama mulai mengapresiasi humanisme, diskursus
filsafat justru mempropagandakan antihumanisme.
Humanisme
sebagai sebuah term diskursus menuai berbagai pemaknaan ,tergantung berbagai
sudut pandang dan tinjauan yang digunakan. A. Lalande, menyebutkan beberapa
pengertian humanisme, yang diantaranya ada yang saling bertentangan. Salah satu
pengertian humanisme adalah gerakan humanis di Eropa yang memandang manusia
dalam perspektif “manusiawi’ belaka yang bertentangan dengan perspektif
religius (agama).
Di
samping itu, A. Lalande juga menyebutkanpengertian humanisme sebagai pandangan
yang menyoroti manusia menurutaspek-aspek yang lebih tinggi (seni, ilmu
pengetahuan, moral, dan agama) yangbertentangan dengan aspek-aspek yang lebih
rendah dari manusia. Ali Syari’ati menyebutkan defenisi humanisme sebagai
himpunan prinsip-prinsip dasarkemanusiaan yang berorientasi pada keselamatan
dan kesempurnaan manusia.
Tampaknya
dari berbagai defenisi mengenai humanisme, defenisi yang diajukanoleh Ali
Syari’ati lebih mendekati arti humanisme dari sudut pandang etimologis (human
atau homo = manusia dan isme = paham atau pandangan)[3].
B. Faham-Faham Filsafat Modern
a. Pragmatisme
Pragma berasal dari bahasa yunani,yang memiliki arti guna, perbuatan,
tindakan. Pragmatisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa yang benar
adalah apa saja yang membuktikan sebagai yang benar dengan akibat-akibat yang
secara praktis. Misalnya, berbagai pengalaman pribadi tentang mistik, asalkan
dapat membawa kepraktisan yang bermanfaat. Artinya segala sesuatu dapat
diterima asalkan dapat bermanfaat bagi kehidupan.
Tokohnya William James (1842-1910) lahir di New York, memperkenalkan
ide-idenya tentang Pragmatisme kepada dunia.
Ia ahli dalam bidang seni, psikologi, anatomi,
fisiologi dan filsafat.
Pemikiran filsafatnya lahir karena
sepanjang hidupnya mengalami konflik antara pandangan ilmu pengetahuan dengan
pandangan agama. Ia beranggapan bahwa
masalah kebenaran/tujuan dan hakikat bagi orang Amerika terlalu teoritis.
Mereka mengiginkan hasil-hasil yang konkret. Dengan demikian untuk mengetahui
kebenaran dari ide atau konsep haruslah diselidiki konsekuensi-konsekuensi
praktisnya[4].
Istilah pragmatisme ini sendiri
sebenarnya mulai diangkat pada tahun 1865 oleh Charles S.Pierce bagi doktrin
pragmatisme, yang diumumkannya pada tahun 1978. maka dari itu pragmatisme ini
disebut pragmatisme menurut paham PIERCE[5]
Sebaliknya dari pragmatisme Pierce
yang dikembangkan dengan studi logisempiris, James membangun pragmatismenya
lewat studi yang berkenaan dengan dengan psikologi dan kebutuhan vital manusia.
Orientasi psikologi dan watak manusia begitu mempengaruhi pemikiran James. Ini
menimbulkan filsafat yang praktis dan tidak murni teoritis. Olek karena itu,
filsafat pragmatisme memntingkan melihat ke depan mengenaitujuan, akibat, atau
hasil praktis filsafat itu sendiri. Ini begitu berdeda antara Pierce dan James,
Perbedaan pokoknya ialah Pierce memandang pragmatisme sebagai pengertian yang
selalu menunjuk yang konseptual, tetapi tidak pernah membicarakan masalah cara
mengerti. Pada Pierce tujuan pragmatisme dan hasil praktisnya dipahami secara
logis dan ilmiah, dan filsafat dibatasi pada masalah pengayaan intelektual,
Sedangkan menurut James, tujuan pragmatisme dan hasil praktisnya dipahami
secara moral, spiritual, dan secara individual, dalam arti pengembangan
kemanusiaan.[6]
Sebenarnya istilah pragmatisme lebih
banyak banyak berati sebagai metode untuk memperjelas suatu konsep ketimbang
sebagai suatu doktin kefilsafatan. Sehingga mengingatkan akan pentingnya tindakan
dan tujuan manusia dalam pengalaman, pengetahuan, dan pengertian.
b. Fenomenologi
Berasal dari kata fenomen
yang artinya gejala, yaitu suatu hal yang tidak nyatadan semua . Kebalikannya
kenyataan juga dapat diartikan sebagai ungkapan kejadian yang dapat diamati
lewat indra. Dalam filsafat fenomenologi arti diatas berbeda dengan yang
dimaksud yaitu bahwa suatu gejala tidak perlu harus diamati oleh indra karna
gejala tersebut dapat dilihat secra batiniahdan tidak harus berupa
kejadian-kejadian. Jadi apa yang dilihat dalam dirinya sendiriseperti aapa
adanya.
Pemikiran yang sedemikian beasar
pengaruhnya terjadinya di Eropa dan Amerika antara tahun 1920 hingga 1945 dalam
bidang ilmu pengetahuan positif. Tokohnya adalah Edmund Husserl (1839-1939),
dan pengikutnya Max Scheler (1874-1928). Edmund Husserl lahir di Wina, Ia
belajar ilmu alam, ilmu falak, matematika, kemudian filsafat. Akhirnya menjadi
guru besar di Halle, Gottingen, Freiburg.
Pemikirannya bahwa objek /benda harus diberi
kesempatan untuk berbicara, yaitu dengan deskriptif fenomenologis yang didukung
oleh metode deduktif. Tujuannya untuk melihat hakikat gejala-gejala secara
intuitif[7]Empirisme
Empirisme
berasal dari kata empiric dalam bahasa Yunani dan Romawi atau experientia
dalam bahasa Latin. Kedua kata ini berarti sesuatu yang dialami atau
pengalaman.
Empirisisme
memulai dengan ajakan bahwa akal manusia ibarat tabula rasa (blank tablet) atau
kertas putih. Akal tidak akan berisi apapun kecuali dituangkan kepadanya
informasi dari pengalaman. Empirisisme adalah pengetahuan perseptual.
Pemikir
empirisme yang terkenal adalah John Locke. Locke adalah filsuf empiris dengan
karya besar Essay Concerning Human Understanding. Kunci filsafat
pengetahuan Locke adalah persepsi atau representasi. Bagi Locke,
pengetahuan terjadi karena dua tahap; karena persepsi (external perception)
yakni pertemuan pengalaman dengan indera, dan karena refleksi (internal
perception). Refleksi tidak berasal dari ide yang innate, melainkan dari
persepsi indera atas objek fisik yang telah diolah secara psikologis.[8]
c.
Positivisme
Positivisme
adalah suatu aliran filsafat yang menyatakan ilmu alam sebagai satu-satunya
sumber pengetahuan yang benar dan menolak aktifitas yang berkenaan dengan
metafisik. Tidak mengenal adanya spekulasi, semua didasarkan pada data empiris.
Filsafat positivisme merupakan salah satu aliran filsafat modern yang lahir
pada abad ke-19.
Pengawal
positivisme yang utama adalah Auguste Conte (lahir 1798). Tulang punggung
prinsip positivisme adalah bahwa pengetahuan manusia yang paling otentik adalah
ketika ia didasarkan pada pengalaman faktual dan diakhiri dengan verifikasi
positivistik atau ilmiah.
Menurut Conte Metode positif ini mempunyai 3 ciri, yaitu :
1. Metode ini diarahkan pada fakta-fakta
2. Metode ini berusaha ke arah kepastian
3. Metode ini berusaha ke arah
kecermatan
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian
diatas penulis dapat menyimpulkan bahwasanya flsafat adakalanya di perinci
secara mendetail dan juga di samakan menurut kapan golongan itu muncul karena
sesuatu itu tergantung zaman karena zaman pasti mempengaruhi dari pada apa yang
akan di ungkapkan dan akan di bicarakan .
Begitu juga
pula pada makalah yang kami bahas bahwasanya di dalm filsafat modern terdapat
faham – faham yang faham ini sebetulnya sudah ada tapi tidak begitu kelihatan
akhirnya adanya reasince yaitu zaman kebangkitan yaitu antara zamn
terdahulu yang belum mempunyai ruang akhirnya pada akhir dari abad 15 sampai
pada awal abd ke 17 munculah gerakan pembaharuan yaitu reasince yang akhirnya
di susul dengan faham – faham lain yang telah kami uraikan secara panjang lebar
di depan
Daftar Pustaka
Anshari, Endang
Saifuddin.2009. Ilmu Filsafat &Agama. Surabaya : Bina Ilmu
Achmadi, Asmoro.
2010. Filsafat Umum. Jakarta : Rajawali Pers
Tafsir, Ahmad. 2010.Filsafat Umum. Bandung : Rosda karya
Hardiman, Budi. 2007.Filsafat Modern .Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama
Saifuddin Anshari, Endang. 2009.Ilmu Filsafat
& Agama :Surabaya : Bina Ilmu
Mandar http://hminews.com/news/humanisme-dalam-tinjauan-sains-filsafat-spiritualisme.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar