short message

apabila kamu ingin mengenal dunia,maka membacalah..
namun jika kamu ingin dikenal dunia,maka menulislah...

Jumat, 13 Januari 2012

periodesasi kodifikasi hadis


A.Latar Belakang
Pada masa Nabi Muhammad SAW masih hidup persoalan-persoalan yang terjadi dapat teratasi karena jika ada persoalan yang pemecahannya dirasa sulit maka semua persoalan itu dikembalikan pada Alqur’an kalupun didalam Alqur’an penjelasan yang diberikan masih bersifat umum maka Nabi SAW  berkenan memberi penjelasan-penjelasan secara rinci atau pun sahabat mengidentifikasi sikap dan perbuatan Nabi terhadap persoalan tersebut.Oleh karena itu penulisan Hadits pada masa itu dilarang oleh Nabi namun larangan ini bersifat umum akan tetapi Nabi masih memberikan toleransi bagi orang-orang yang menulis Hadits asalkan mampu untuk memelihara tercampurnya penulisan Hadits dengan Alqur’an.
Pada masa Khulafaur rasyidin,pembukuan hadits belum dilakukan karena para kholifah masih memfokuskan pembukuan Alqur’an.Namun pada masa kholifah Ali bin Abi Thalib terjadi perselisihan dengan Mu’awiyah yang menyebabkan terpecahnya umat islam menjadi tiga golongan besar(firqah).Firqah-firqah ini yang kemudian mendapatkan legitimasi pendiriannya dengan mencari dasar hukum dari hadits akan tetapi sebagian dari mereka ada yang menggunakan cara yang tidak tepat yaitu dengan memalsukan hadits-hadits Nabi.
Untuk menjaga keutuhan dan keaslian Hadits Nabi maka kholifah Umar bin Abdul Aziz memprakarsai pentadwidan Hadits,dengan alasan beliau khawatir kalu hadits tidak dibukukan maka Hadits dapat meng hilang dengan begitu saja padahal Hadits merupakan sumber hukum kedua setelah Alqur’an   





1.2.Rumusan Masalah
1.     Apa pengerian kodifikasi Hadits?
2.     Bagaimana perkembangan Hadits pada abad II H?
3.      Bagaimana perkembangan Hadits pada abad III H?
4.      Bagaimana perkembangan Hadits pada abad IVH?
5.      Bagaimana pekembangan Hadits pada abad V H sampai dengan sekarang ?























PEMBAHASAN
2.1.Pengertian
          Secara bahasa tadwin diartikan sebagai kumpulan shahifah(mujtama’ al-shuhuf),sedangkan arti tadwin secara umum adalah mengumpulkan al-jam’u).
Al-zahrani merumuskan pengertian tadwin yang artinya adalah sebagai berikut:
“Mengikat yang berserak-serakan kemudian mengumpulkannnya menjadi satu dewan atau kitab yang terdiri dari lembaran-lembaran.”[1]
Sedangkan yang dimaksud pentadwidan hadits pada zaman ini adalah pembukuan(kodifikasi)secara resmi yang berdasarkan perintah dari serang kepala negara dengan melibatkan orang-orang yang ahli di bidangnya.[2]Bukan untuk memenuhi kepentingan pribadi atau secara personal.
2.2.Perkembangan Hadits Abad II H
              Pada periode kedua,masa khulafaur rasyidin pembukuan hadits belum dilakukan secara khusus karena perhatian para sahabat masih terfokus dalam usaha memelihara dan menyebarluaskan Alqur’an.Hal ini terbukti pada masa pemerintahan Abu Bakar Ash-shiddiq pembukuan Alqur’an dilakukan atas usul dari kholifah Umar bin Khattab.[3]Kemudian pada masa kholifah Utsman kegiatan ini dilakukan kembali dengan tujuan yang sama.Sikap memusatkan perhatian mereka ini tidak berarti para kholifah ini lalai dan tidak menaruh perhatian terhadap Hadits akan tetapi mereka sangat berhati-hati dalam meriwayatkan Hadits.Kehati-hatian danusaha membatasi periwayatan Hadits yang dilakukan para sahabat disebabkan karena mereka khawatir terjadinya kekeliruan .[4]
Pembukuan Hadits secara resmi terjadi pada masa dinasti Umayah dibawah kepemimpinan Kholifah Umar bin Abdul Aziz tahun 101H.Beliau khawatir terhadap hilangnya hadits-hadits dengan meninggalnya para muhadditsin di medan perang,dan juga khawatir akan tercampurnya hadits-hadits shahih dengan hadits-hadits palsu.[5]
Secara garis besar  peran pemalsuan Hadits dikategorikan menjadi 3 yaitu:
a.Propagandis Politik
            Perpecahan umat islam yang diakibatkan politik yang terjadi pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap perpecahan umat kedalam beberapa golongan dan kemunculan hadits-hadits palsu.Contoh Hadits palsu yang dibuat oleh kaum Syi’ah,yang artinya sebagai berikut:”Wahai Ali,Sesungguhnya AllahSWT telah mengampunimu,keturunanmu, kedua orangtuamu,keluargamu,(golongan) syi’ahmu dan orang yang mencintai (golongan) syi’ahmu.”[6]I
            b.Golongan Zindiq
            adalah golongan yang membenci isalam sebagai agama,atau sebagai dasar pemerintahan .Pada masa Muhammad bin Sulaiman bin Ali(Wali wilayah Basrah),menghukum mati Abdul Karim Ibn Auja’karena dia membuat hadits palsu ,ketika hukuman akan dilakukan dia  mengatakan bahwa dia telah membuat hadits palsu sebanyak 4000 hadits.Contoh Hadits yang dibuat oleh kaum zindiq,yang artinya sebagai berikut:
            “Melihat wajah cantik termasuk ibadah”.[7]
            c.Ahli Cerita/Dongeng
            Menurut riwayat Ibn Aljawji,Shu’bah pernah menolak Hadits yang dibawa oleh tukang cerita dengan alasan kebiasaan mereka,yaitu menerima Hadits sejengakal kemudian diriwayatkan sedepa,dengan pengertian memberikan penambahan terhadap Hadits.[8]
            Sufyan Al-Sauri mencatat tiga macam Hadits dengan penilaian yang berbeda-beda yaitu:
1)      Hadits yang dimaksud sebagai pegangan,yang tentunya Hadits yang     dinilai kuat
2)      Hadits yang diragukan,sehingga dinilai tawaqquf,tidak dibuang tetapi juga tidak dijadikan pegangan
3)      Hadits dari rawi yang lemah,hanya untuk diketahui saja.[9]
Dengan alasan demikian maka khalifah Umar bin Abdul Aziz mengambil keputusan untuk mengirim surat kepada penduduk Madinah yang banyak menghafal hadits,dan mendorong umat islam untuk ikut serta dalam mendiskusikan haditssertamengirim surat ke Gubernur Madinah Abu Bakr Muhammad bin Amr bin Hazm.[10] Kepada Gubernur Madinah beliau memberi perintah yang berbunyi “ perhatikan atau periksalah hadits-hadits Rasul SAW kemudian tuliskanlah ! aku khawatir akan lenyapnya ilmu dengan meninggalnya para ulama’. Dan janganlah kamu terima kecuali hadits Rasul SAW ”. Perintah yang demikian juga ditujukan kepada Muhammad Ibn Syihab Al Zuhri yang beliau anggap sebagai orang yang banyak mengetahui tentang hadits Nabi.[11]Beliau adalah guru Malik,Al-Auza’I,Ma’mar,Al-Laits,Ibn Ishaq,dan Ibn Abi Dzi’bin.Mereka inilah yang membukukan hadits atas anjuran khalifah.Kitab Hadits yang ditulis oleh Ibn Hazm merupakn kitab hadits pertama yang ditulis atas perintah kepala negara,tidak sampai kepada kita.Pembukuan seluruh Hadits yang berada di Madinah dilakukan oleh Imam Muhammad Ibn Muslim Ibn Syihab Az-Zuhri.[12]
Penegasan sejarah sebagai pengumpul Hadits adalah sebagai berikut:
1)      IbnJuraij di kotaMekah
2)      IbnIshaq di kotaMadinah
3)      Al-Rabi’ IbnShabih di kotaBashrah
4)      SufyanAts-Tsaury di Kuffah
5)      Al-Auza’i di kotaSyam
6)      Ma’mar Al-Azdy di Yaman
7)      Ibn Mubarak di Khurasan.[13]
Adapun kitab yang paling tua yang sampai saat ini dapat diketahui keberadaan dan isinya oleh umat islam adalah Al-Muwaththa’susunan Imam Malik yang disusun atas permintaan khalifah Al-Mansur ketika menunaikan ibadah haji tahun 144H (141H).Ibn Ishaq menyusun kitab Al-Maghazi wa As-Siyar,kitab ini yang menjadi dasar pokok bagi kitab-kitab sirah Nabi.Para Ulama abad kedua ini membukukan Hadits tanpa menyaringnya sehingga terdapat Hadits-Hadits marfu’,Hadits mauquf,Hadits maqthu’ dalam kitab tersebut.
Kitab dan tokoh yang masyhur di kalanganahliHaditsadalah:
a.       Al-Muwaththa’,disusun oleh Imam Malik
b.      Al-MaghaziWalSiyardisusun oleh Muhammad Ibn Ishaq
c.       Al-Jami’disusun oleh Abdul Razzaq As-San’any
d.      Al-Mushannaf disusun oleh Sya’bah Ibn Hajjaj
e.       Al-Mushannaf disusun oleh Al-Humaidy
f.       Al-Musnad disusun oleh Abu Hanifah
g.      Mukhtalif Al-Hadits disusun oleh Imam Asy-Syafi’i.[14]
2.3. Perkembangan Hadits Abad III H
            Pada periode ini pentadwidan hadits mulai mendapat perhatian dari para ulama’ namun pada situasi lain menghadapi kondisi yang sangat memperihatinkan, terjadinya pertentangan ide antara muhadditsin dengan muttakalimin akibatnya, muncullah kelompok-kelompok yang bermaksud untuk memalsukan  hadits.[15]
            Khalifah pada masa dinasti Abbasiyah turut serta meredam pertentangan antara kedua golongan tersebut dan menghancurkan kelompok zindiq yang berusaha memfitnah golongan Muhaditsin. Pada situasi yang demikian khalifah Al-Makmun berusaha mempertemukan kedua kubu untuk berdiskusi. Namun sikap tersebut dirasa oleh Muhaditsin tidak objektif karena khalifah nampak memihak ulama’ Muttakalimin dengan membuat tekanan kepada ulama Muhadditsin serta menuduh ulama Muhadditsin membuat pemalsuan Hadits.[16]  
            Sebagai jawaban terhadap pemalsuan hadits ataupun tuduhan bahwa ahli hadits telah menyebarkan riwayat yang bertentangan muskil dan penuh khurafat maka langkah yang diambil ahli hadits adalah dengan menginventarisasi kritik yang dilontarkan oleh kelompok muttakalimin,menghimpun hadits dengan sistem musnad yakni, pengelompokan yang didasarkan pada nama sahabat tidak membedakan apakah riwayatnya syah,serta menyusun riwayat dengan basis fiqih yaitu pengelompokan berdasarkan bab kitab fiqih.Metode yang demikian ini dapat memberi kemudahan bagi para pengkaji hadits, sehingga muncullah literatur hadits yang berhasil disusun yang sampai saat ini dapat ditemukan seperti karyanya Imam Ahmad (al musnad) al jami’, al shohih karya Imam Al Bukhori,al sunan karya Imam Abu Dawud.[17]

2.4.PERKEMBANGAN HADIST PADA ABAD KE IV H:
          Pada abad IV H keadaan politik umat islam sangat jauh berbeda dengan abad sebelumnya.pemerintahan islam telah terpecah menjadi kerajaan kecil,disamping terjadi penyerangan dan menjatuhkan satu dengan yang lainnya.[18]
            Aktivitas para ulama’ juga sudah tidak lagi membuat kerangka dasar pembentukan dasar-dasar periwayatan hadist nabi.mereka hanya menyatukan atau memodifikasikan karya-karya yang disusun oleh ulama’ hadist sebelumnya,dengan mendasarkan kepada dasar-dasar atau metode kritik hadist yang telah dirumuskan.Diantara para tokoh abad ini yang paling masyhur adalah:
  1. Imam Sulayman Ibn Tabrani (W. 360 H), pewnyusun tiga kitab al-mu’jam al-hadist, yaitu: al-mu’jam al-kabir,al-mu’jam al-awsat,dan al-mu’jam al-saghir.
  2. Al-Daruqutni (W. 385 H), penyusun kitab sunan dar al-qutni.
  3. Ibn Hibban al-Basti (W. 354 H), penyusun kitab sahih ibn hibban dan al-sunan.
  4. Ibn Huzaymah (W. 311 H) dan imam al-Hakim al-Naysaburi (W. 405 H), penyusun kitab al-Mustadrak[19].
            Pada abad ke-4 H, para ulama’ hadist tidak banyak lagi mengadakan perlawatan ke daerah-daerah sebagaimana yang biasa dilakukan pada masa-masa sebelumnya. Maka, di penghujung tahun 300 H ini, mereka hanya memelihara kitab-kitab hadist yang telah ada dan mengembangkannya dengan mempelajari, menghafal, memeriksa, dan menyelidiki sanad-sanadnya serta menyusun kitab-kitab baru dengan tujuan untuk memelihara, menertibkan dan menghimpun segala sanad dan matan yang saling berhubungan dan telah termuat secara terpisah dalam kitab-kitab yang telah ada.
            Pada awal abad ke-4 H muncullah gerakan kritik hadist sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah,yaitu dengan diterapkan berbagai persyaratan yang diperlukan pada perawi hingga sumber-sumbernya, baik dalam bentuk periwayatan maupun penulisan. Gerakan ini dimaksudkan untuk mengkaji nilai-nilai otentisitas sumber periwayatan, namun kerancauan redaksional yang mempengaruhi tata penilaian suatu hadist. Sehingga dapat ditemukan mana hadist yang otitesitasnya dan dapat diterima, dengan yang tidak otentis dan harus ditolak. Usaha gerakan ini semakin disistematikan dan menjadi suatu kompilasi untuk melahirkan suatu disiplin ilmiah.[20]
            Ulama pertama yang merintis kajian Hadits dan kaidah-kaidah kritik secara ilmiah ialah:
1)      Ali Ibn Al-Madini,karya yang dihasilkan masih berbentuk ar-risalah
2)      Abu Muhammad al-Rahmaramzi,,karyanya sudah tersusun secara sistematis
3)      Al-Hakim Abu Abdillah al-Naysaburi dalam karyanya Ma’rifah Al-‘Ulum Al-Hadits
4)      Na’im Al-Isbahani,yang berusaha meninjau karaya-karya Al-Hakim
5)      Al-Qadi’iyyad,yang menulis kitab Al-‘Ilma
6)      Imam Taqiyuddin Abu ‘Amr Usman Ibn Salah Al-Damasqi dalam kitabnya yang terkenal dengan judul Muqaddamh Ibn Al-Salah. [21]

2.5.PERKEMBANGAN HADITS PADA ABAD V H SAMPAI DENGAN SEKARANG
            Sedangkan untuk abad ke-5 Hijriyah, para ulama ahli Hadis sudah ke dalam satu kitab Hadis dan juga melakukan pensyarahan (menguraikan Pemrakarsa pengkondifikasian hadis secara resmi dari pemerintah).
Kegiatan periwayatan Hadits pada periode ini banyak dilakukan dengan cara ijazah (Lisensi / sertifikat dari guru untuk murid untuk mendapat izin meriwayatkan hadits) dan muktabah (pemberian catatan hadits dari gurunya),
Secara umum para Ulama merujuk kepada karya yang telah ada seperti :
• Kitab Jami’ kutub as – sittah yaitu kitab hadits yang mengumpulkan hadits-hadits Nabi SAW yang telah tertuang dalam gabungan beberapa kitab hadits seperti Shahîh al-Bukhari, Shahih Muslim, Sunan at-Turmudzi, Sunan Abi Dawud, Sunan-Nasa’i, dsb.
• Kitab Istikhraj, yaitu kumpulan kitab hadits dari shahih Bukhory Muslim, contoh : Mustakhraj shahih bukhari oleh Jurjani, dan Mustakhraj Sahih Muslim oleh Abu Awanah
• Kitab Athraf, yaitu kitab yang hanya menyebut sebagian hadits kemudian mengumpulkan seluruh sanadnya, baik sanad kitab maupun sanad dari beberapa kitab.
• Kitab-kitab Zawaid, yaitu mengumpulkan hadits-hadits yang tidak terdapat dalam kitab-kitab yang sebelumnya kedalam sebuah kitab yang tertentu.
• Kitab Istidrak, yaitu mengumpulkan hadits-hadits yang memiliki syarat-syarat Bukhary dan Muslim atau syarat salah seorangnya yang kebetulan tidak diriwayatkan atau di sahihkan oleh keduanya.Contoh : Al-Mustadrak ‘ala-Shahihaini oleh Imam Abu Abdullah Muhammad bin Abdullah al-Hakim an-Naisaburi ( 321 – 405 H ).[22]
            Pada peiode ini dimulai bersamaan dengan jatuhnya Dinasti Abbasiyah ke kuasaan kerajaan Tartar pada tahun 656H,daniambil alihnya Daulah Ayyubiyah di Mesir oleh Dinasti Mamalik,tepatnya pada akhir abad ke-VII sampai abad modern.[23]
            Gerakan pelembagaan Hadits di Mesir pada awal abad ke-VII H adalah masih berada pada kendali ulama-ulama besar di masanya.Bahkan para Sultan dari Daulah Mamalik yang berkuasa di Mesir memberiakan andil yang besar terutama pada ulam Hadits.Diantara tokoh yang ulama yang hidup pada masa itu adalh Al-Haytami Ali bin Abu Bakar bin Sulaiman,keaktifannya dalam masa itu,dengan disusunnya kitab seperti:Ghayah al-maqashid fi zawa’id Ahmad,Al-Bahr al-zakhkhar fi zawa’id al Bazzar.[24] 
            Pada masa yang sama muncullah ulama-ulama Hadits yang baru,diantaranya:
1)      Al-Iraqi Abu Al-Fadil Zaynuddin bin Husayn, menghasilkan karya yang populer hingga sekarang adalah Taqrib Al-Asanid wa Tartib Al-Masaniddan Al-Taqyid wa Al-Idah yaitu kitab teoritik tentang kajian pokok-pokok otentisitas dan klasifikasi sunnah`
2)      Ibn Hajar Al-Asqalani,telah menyelesaikan beberapa karya seperti kitab Sharhatas hadits-hadits yang tersusun dalam kitab Shahih Bukhori dengan judul Fath Al-Bari.[25]
Selanjutnya pada masa sesudah mereka lahirlah salah seorang ulama yang profesi dan popularitasnya sama dengan mereka, yaitu:
1)      Al-Suyuti Jalaluddin Abdul Rahman bin Kalaluddin,telah menghasilkan kitab yang disusun hamper semua hadits Nabi SAW kedalam satu karya besar dengan judul Al-Jami’ Al-Saghir yang memuat 10.010 hadits.
2)      Yusuf Al-Nabhani menyususun kembali dengan model al-Suyuti  dengan disisipkan beberapa penambahan, dengan judul Al-Fath Al-Kabir fi Dammaz Ziyadah ila Al-Jami’Al-Shaghir.[26]
Pada awal abad kesepuluh hijriyah yaitu jatuhnya Daulah Mamalik,mempunyai dampak yang sangat besar terhadap aktivitas para ulama .Dan tidak menyembunyikan bahwa Sultan yang berkuasa pada masa itu turut terlibat dalam kitab-kitab periwayatan hadits karya ulama sebelumnya,meski hanya melalui pendanaan lembaga-lembaga pendidikan. Sehingga sisa yang masih dapat didapatkan dari lembaga-lembaga itu hanya pengajaran hadits Nabi semata dengan kata lain bahwa pengembangan pada bidang fiqih atau shari’ah di lembaga-lembaga pendidikan tersebut banyak di orientasikan pada pengembangan penataan ijtihad.[27]
Kemandegan di Mesir tidak mempengaruhi gerakan yang berada di kawasan dunia islam lain ,seperti kawasan Maghribi,India,bahkan di Timir Tengah sendiri,bahkan di India memperlihatkan situasi yang berbeda, setelah jatuhnya Daulah Mamalik,para ulama dan sarjana Indo-Pakistan mulai mengembangkan aktivitas kajian ilmu hadits.Diantara tokoh-tokohnya adalah sebagai berikut:
1)      Ali bin Hasamuddin,yang dikenal sebagai Al-Muttaqi Al-Hindi,penulis kitab Kanzul Ummal fi Sunan al-Aqwal wa al-Af’al
2)      Syah Waliullah al-Dahlawi,seorang ulama dan cendikiawan yang mempunyai karya hamper sama dengan Imam Syafi’i yaitu kitab Hujjatullah al-Balighah
3)      Zakaria Muhammad  al-Kandahlawi,pensharah kitab al-Muawatta’ karya Imam Malik dan judul karya yang dihasilakan adalh Awjaz Al-Masalik ila Sharhal-Muwatta’.[28]
Gerakan yang sama juga dilakukan di wilayah Asia Tenggara seperti di Malaysia,Thailand dan Indonesia sendiri.Diantara ulam dan cendikiawan dari kawasan ini antara lain:Khurseed Ahmad,al-Fatani,T.M.Hasbi Ash-Shiddiqie dan masih banyak lagi. [29]
            Tokoh-tokoh hadits yang terkenal pada masa ini adalah:(1)Adz-Dzahaby,(2)Ibn Sayyidianas,(3)Muglatai,(4)Al-Ahqalani,(5)Ad-Dimyati,(6)As-Suyuti,(7)Ibn Katsir,(8) Abu Zurah,(9)Ibn Rajab,(10)Az-Zarkasy.[30] 
















KESIMPULAN
Berdasarkan penjelasan-penjelasan yang telah di jelaskan pada bab sebelumnya maka penulis dapat menyimpulkan bahwa:
1)      Pengertian dari pentadwidan hadits adalah pembukuan(kodifikasi)secara resmi yang berdasarkan perintah dari serang kepala negara dengan melibatkan orang-orang yang ahli di bidangnya dengan tujuan hadits tidak hilang atau lenyap dari peradaban manusia karena merupakn sumber hukum umat islam.
2)      Perkembangan hadits pada abad kedua hijriah pembukuan hadis belum dilakukan secara khusus oleh para khulafaur rasyidin karena kehati-hatian para kholifah dalam menjaga keaslian hadits Nabi SAW.Akan tetapi pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz penyusunan kitab hadits sudah mulai dilakukan,sehingga pada masa kholifah Al-Mansur penyusunan kitab hadits telah dikukan oleh Imam Malik yaitu Al-Muwaththa’
3)      Perkembangan hadits pada abad ketiga hijriah sudah mulai mendapat perhatian dari para ulama namun terdapat pertentangan antara para mutakallimin dan para muhaditsin
4)      Perkembangan hadis pada abad keempat hijriah, sudah sangat baik sehingga aktivitas yang dilakukan pada abad ini adalah pengkajian ilmu-ilmu hadis yaitu mempelajari.menghafal,memeriksa dan menyelidiki sanad-sanadnya dengan tujuan untuk menjaga keaslian matan dari hadits Nabi SAW.  
5)      Perkembangan hadits pada abad kelima hijriah sampai sekarang adalah dilakukannya kegiatan periwayatan hadits oleh para ahli hadits dengan cara ijazah dan muktabah,dan dengan jatuhnya Daulah Mamalik maka aktivitas para ulama mulai didominasi oleh penguasa pada saat itu,akan tetapi runtuhnya daulah tersebut tidak mempengaruhi wilayah  islam lainnya



DAFTAR PUSTAKA
H. Abu Azam Al-Hadi, Studi Al-Hadith, Jember, Pena Salsabilah, 2008
Dr. H. Munzier Suparta M.A., Ilmu Hadis, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, I, 2010
Drs. H. Asy’ari, Ahm, Drs. H. Akhwan Mukarrom, Dip.I, dkk, Pengantar Studi Islam, Surabaya, IAIN SA Press, III, 2005
Drs.M.Agus Solahudin,M.Ag.,Agus Suyadi,Lc.M.Ag,Ulumul Hadis,Bandung,Pustaka Setia,I,2009



[1]Dr.H.MunzierSuparta,M.A,IlmuHadits,(Jakarta:PT Raja GrafindoPersada)Cet.I,89
[2] ibid
[3] Ibid,80
[4] Ibid,81
[5] Ibid,90
[6] Ibid,182
[7]Ibid,184
[8][8]H.Abu Azam Al Hadi,Studi Al-Hadith,(Jember:Jember Pena Salsabila,2008),65
[9] Ibid,66
[10]Drs.H.Asy’ari,AhmdanDrs.H.AkwanMukarrom,MA,dkk,PengantarStudi Islam,(Surabaya:IAIN AMPEL PRESS,2005)Cet.III,48
[11]Dr.H.MunzierSuparta,M.A,IlmuHadits,(Jakarta:PT Raja GrafindoPersada)Cet.I,89-90
[12]Drs.M.AgusSolahudin,M.Ag,danAgus Suyadi,Lc.M.Ag.,UlumulHadits, (Bandung:CV PUSTAKA SETIA,2009),Cet.I,40
[13] Ibid,40
[14] Ibid,40-41
[15] H.Abu Azam Al Hadi,Studi Al-Hadith,(Jember:Jember Pena Salsabila,2008),69
[16] Ibid,70
[17] Ibid,73-74
[18] Ibid,75
[19] Ibid,76
[20] Ibid,80
[21] Ibid,80-81
[22] http://n47uw.blogspot.com/2010/03/makalah-ulumul-hadits-sejarah.html
[23] H.Abu Azam Al Hadi,Studi Al-Hadith,(Jember:Jember Pena Salsabila,2008),82
[24] Ibid,83
[25] Ibid,84
[26] Ibid,84-85
[27] Ibid,85-86
[28] Ibid,86-87
[29]Ibid,87
[30] Drs.M.AgusSolahudin,M.Ag,danAgus Suyadi,Lc.M.Ag.,UlumulHadits, (Bandung:CV PUSTAKA SETIA,2009),Cet.I,27

Tidak ada komentar:

Posting Komentar