A. Pengertian Ijtihad
Ijtihad berasal
dari bahasa arab yaitu “Jahada” yang
mempunyai arti mencurahkan segala kemampuan untuk mendapatkan sesuatu(yang
sulit),dan dalam praktek agamanya berarti ijtihad di gunakan pada masalah yang
sulit di cari hukum dalam syari.[1]
Dan ulama ada
yang menafsiri yang dinamakan ijtihad adalah “Al-Mubalaghah fi al yamin”yang
memiliki arti berlebih lebih dalam bersumpah. Dengan demikian arti ijtihad
adalah pengerahan segala kesangupan dan kekuatan untuk memperoleh apa yang dituju
sampai batas puncaknya.
Dalam
mengartikan kata ijtihad antara satu ulama dengan ulama lainya saling berbeda
pendapat salah satunya ibrahim husen beliau mengenai makna ijtihad beliau
mengidentikan antara kata istinbat sedangkan arti istinbat sendiri yaitu mengeluarkan
sesuatu dari persembunyianya.
Adapun ijtihad
dalam terminologi ahli fiqih adalah pencurahan seseorang atas totalitas
kemampuan dan tenaganya untuk memperoleh hukum syariat yang peraktis dengan
cara menggalinya (istinbat) dari dalil-dalil shar’iy. makna terminologis yang demikian merupakan tema
pembicaraan kami disini.sedangkan mujtahid
adalah seseorang yang diberi kemampuan akal yang cermelang sehinga dengan
modal tersebut ,ia mampu menggeluarkan hukum syari’ah yang peraktis dari
dalil-dalilnya yang terperinci.kemampuan demikian tidak akan di peroleh kecuali
orang-orang yang memenuhi kerteria ijtihad yang akan di bicarakan pada bab
berikutnya.[2]
B.Ruang Lingkup Ijthad
Apabila peristiwa yang hendak
ditetapkan hukumnya itu telah ditunjuk oleh dalil sharih yang (qath’iyul wurud)
pasti datangnya dari syari”dan (qath’iyud) pasti penunjuknya kepada makna
tertentu ,maka tidak ada jalan untuk di ijtihatkan,sebab selama nash itu
qath’iyul wurud,[3]
maka kepastian dan kehadirannya dalil-dalil itu dari sisi Allah atau Rasulnya
bukan lagi menjadi ajang pembahasan dan berijtihad dalalah makna dan ketetapan
hukumnya.Misalnya firman Allah :
èpuÏR#¨9$# ÎT#¨9$#ur (#rà$Î#ô_$$sù ¨@ä. 7Ïnºur $yJåk÷]ÏiB sps($ÏB ;ot$ù#y_ ( wur /ä.õè{ù's? $yJÍkÍ5 ×psùù&u Îû ÈûïÏ «!$# bÎ) ÷LäêZä. tbqãZÏB÷sè? «!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ÌÅzFy$# ( ôpkô¶uø9ur $yJåku5#xtã ×pxÿͬ!$sÛ z`ÏiB tûüÏZÏB÷sßJø9$# ÇËÈ
Artinya
:
Perempuan yang
berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah tiap-tiap seorang dari
keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya
mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah,
dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh
sekumpulan orang-orang yang beriman.
Maka jumlah hukum jilidnya yang
seratus kali itu tidak dapat dijihatkan lagi.[4]
Adapun ruang lingkup ijtihad
diperkenankan terhadap teks-teks (nas-nas)yang
memiliki kerelatifan ketetapan (zanni al
thubut) seperti sebagaian hadits-hadits nabi yang oleh kalangan ahli hadits
tertentu di perbincangkan mengenai sanad dan matanya dari segi apakah bisa di
sebut hadtis sahih,hasan,atau da’if atau kasjian-kajian lainya yang
berhubungan dengan al-sunnah
al-nabawiyah. Di samping itu ijtihad juga di perkenankan terhadap nas-nas yang mengandung kerelatifan
dalil (zannial-dilalah) seperti
sebagian ayat-ayat al-qur’an dan
hadits-hadits nabi yang dalam memahaminya terdapat
beraneka ragam, pendapat sesuai tingkat pemahaman terhadap susunan bahasa atau
dalil-dalil shar’iy[5]
Contoh : dalam firman Allah
$pkr'¯»t úïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä #sÎ) óOçFôJè% n<Î) Ío4qn=¢Á9$# (#qè=Å¡øî$$sù öNä3ydqã_ãr öNä3tÏ÷r&ur n<Î) È,Ïù#tyJø9$# (#qßs|¡øB$#ur öNä3ÅrâäãÎ/ öNà6n=ã_ör&ur n<Î) Èû÷üt6÷ès3ø9$# 4
bÎ)ur öNçGZä. $Y6ãZã_ (#rã£g©Û$$sù 4
bÎ)ur NçGYä. #ÓyÌó£D ÷rr& 4n?tã @xÿy ÷rr& uä!%y` Ótnr& Nä3YÏiB z`ÏiB ÅÝͬ!$tóø9$# ÷rr& ãMçGó¡yJ»s9 uä!$|¡ÏiY9$# öNn=sù (#rßÅgrB [ä!$tB (#qßJ£JutFsù #YÏè|¹ $Y6ÍhsÛ (#qßs|¡øB$$sù öNà6Ïdqã_âqÎ/ Nä3Ï÷r&ur çm÷YÏiB 4
$tB ßÌã ª!$# @yèôfuÏ9 Nà6øn=tæ ô`ÏiB 8ltym `Å3»s9ur ßÌã öNä.tÎdgsÜãÏ9 §NÏGãÏ9ur ¼çmtGyJ÷èÏR öNä3øn=tæ öNà6¯=yès9 crãä3ô±n@ ÇÏÈ
Yang
artinya :
Hai
orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah
mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu
sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub Maka mandilah, dan jika kamu
sakit[403] atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus)
atau menyentuh[404] perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, Maka
bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu
dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak
membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur..
Setiap muslim mengakui dan percaya
bahwa ayat ini berasal dari Al-Qur”an yang berarti qat’iy al-thubut.Perbedaan pendapat mulai muncul ketika seseorang
memahami sebagaian lafadz ayat tersebut dan rangkaina katanya.Misalnya terhadap
kata “
وامسخوا برؤسكم “. Para ahli fiqih bersepakat bahwa ‘Mengusap kepala’ merupakan
bagian sdari rukun wudhu (bersuci dari khadats kecil),sebagai mana dalil yang
di tunjukkan secara eksplisit(mantuq)
oleh rangkain kata ayat tersebut.hanya saja kemudian fuqaha’ berbeda pendapat
dalam menentukan kadar atau batasan ‘mengusap ini’.
Kelompok
pertama berpendapat bahwa ‘mengusap’yang di maksud dalam ayat tersebut adalah
‘mengusap seluruh bagian wajah dengan pemahaman bahwa huruf (ba’)
dalam rangkaian kata ayat tersebut adalah “sillah (kata penghubung)sehinga kira
makna dalam ayat tersebut adalah “ومسخوا برؤاسكم” [6]
Kelompok kedua berpendapat bahwa
tidak menentukan batas ‘mengusap’dengan batasan tertentu, sedang sebagian
lainya membatasi dengan seperempat kepala .Masing-masing kelompok mempunyai
argumen sendiri-sendiri sebagai mana telah di jabarkan dalam kitab fiqih
Alhasil ijitihat itu berlaku pada
nas-nas yang(zanniy al-thubut)
kerelatifan ketetapan dan (zanniy
al-dilalah) kerelatifan dalil.adapun nas-nas yang memiliki kepastian
ketetapan dan dalil (qat’iy al-thubut wa
al-dilalah) maka di dalam nya tidak adaruang ijtihat.
Ali Hasab Allah berkata :”ruang
lingkup yang lebih luas dari ijtihad
adalah sesuatu yang belum diekplisitkan hukumnya dalam Al-Qur’an maupun
al-sunnah sehinggap masuklah dalam ruang lingkup ijtihad tersebut nas-nas Al-Qur’an dan Al-sunnah yang zanniy
al-wurud dan zanniy al-dilalah. Apabolah
nas tersebut zanniy al-thubut
maka obyeknya adalah terletak pada sanad dan sejauh mana kesesuaian dalam
menetapkan hukum.namun jikan nas tersebut zanniy
al-diallah maka obyek kajiannya terdapat pada penafsiran,ketentuan makna
yang di tunjukkeselamatan dari pertentangan serta ke khususan da ke umuman dari
nas
tersebut.[7]
C.Syarat-syarat
Ijtihad
Di
antara syarat-syarat ijtihad adalah :
1. Menguasai
Ilmu Bahasa Arab dari segi bahasa ,nahwu,sarf,balaghah,mantek
dll.)dengan pemahaman di luar kepala ,agar bisa membedakan lafad yang
khash dengan yang ‘am,yang haqiqat
dengan yang majaz, yang mutasyabbih dengan yang muhkam dll.hal itu sangat di
perlukan karena untuk memahami dan di jadikan dasar pengambilannya yaitu dari
Al-Qur’an dan Al-hadits yangberbahasa Arab
itu dan ia harus bisa memahamkannya sebagaimana pemahaman orang yang
berbahasa arab[8].
2. Mengetahui nash-nash Al-Hadits ,yakni menggetahui hukum
syari’at yang di datangkan oleh
Al-Hadits yang mampu mengeluarkan(istimbat) hukum perbuatan orang mukallaf dari
padanya .Disamping itu ia harus
mengetahui keadaan perawinya ,mana yang tsiqoh (terpercaya) hingga dapat di
gunakan hujah khadits yang telah di nukil oleh dewan-dewan khadits.tetapi
cukuplah jika ia sanggup menghimpun khadits-khadits yang berkaitan dengan
masalah tertentu,seperti khadits yang berhubungan dengan bidang
mu’amalat,ibadat dan munakahat dan jinayat dan tidak perlu untuk menghafal
hadits secara keseluruan karena itu akan dirasa sulit dan memberatkan cukup
penelaahan dalam khadits untuk menemukan khadits sahih yang di kehendaki untuk
melakukan (istimbat) hukum.
3. Mengetahui
qiyas dari segi sayrat-saratnya ,rukun-rukunya, pembagianya, jalan menggetahui
ilat dan pertentangan-pertentangan yang ada di dalamnya
Karena hal ini
merupakan sumber atau akal dari ijtihad .dari sinilah, fiqih yang harus di
pakai dalam beberapa masalah fiqih [9]
4. Menggetahui
hal-ikhwal yang menjadi keapsahan suatu dalil seperti sayrat, batasan setematika
dan tata urutanya
5. Menggetahui
sumber-sumber terjadinya konsensus ulama (ijma’)
sehingga seseorang tidak sampai berfatwa menyalahi ijma’ tersebut.(sebagaimana
hal ini merupakan pendapat para ahli ushul fiqih).
Menurut
kami ,syarat ini berlaku dalam persoalan –persoalan yang telah di ketahui oleh
para mujtahid awal,dan telah di beri keputusan hukumnya,serta
kemudian
di sepakati oleh mereka.jika demikian ,maka para ulama yang datang kemudian
tidakboleh memutuskan hukum yang menyalahi keputusan
hukum
yang telah di sepakati para ulama’ tersebut, karena bertentangan dengan
konsensus yang ada .adapun persoalan-persoalan yang belum terjadi pada era
mujtahid awal dan ingin di ketahui hukumnya melalui ijtihad,maka sarat ini
tidak di perlukan,kecuali apabila persoalan baru tersebut memiliki keserupaan
alasan atau (‘illat)hukum dengan fenomena yang lama sedang maksud dilakukanya
ijtihad adalah untuk merubah hukum dari persoalan lama ke persoalanbaru maka
dalam konteks yang demikian sarat menggetahui ijma’ tersebut mutlak diperlukan
oleh mujtahid sebelum melakukan istimbaat hukum.
6.
Mengerti tentang
‘nasikih dan mansukh dalam al-qur’an maupun al-sunnah agar tidak sampai menghukum sesuatu dengan
dalil mansukh yang telah di tingalkan
.
7.
Mengetahui
kendisi perawi hadis dari segi kuat dan lemahnya,serta dapat membedakan hadis
yang sahih dari yang da’if dan hadis yang maqbul dari yang mardud.
8.
Mengetahui
maqashidus –syari’ah tingkah laku dan adat kebiasaan manusia yang mengandung
maslhat dan kemadharatan dan sanggup menggetahui ‘illat hukum serta biasa
menganalogi peristiwa dengan peristiwa yang lain.hal ini diperlukan agar ia
mampu memahami peristiwa-peristiwa yang akhirnya menetapkan Hukumnya sesuai
dengan maqashidus-syari’ah dan kemaslahatan umum.[10]
D.Hukum
ijtihad
Hukum
yang nampak bagi kita adalah bahwa hukum ijtihad itu adakalanya wajib secara individual (ayniyah),waji secara kolektif (kifaiyah),di
anjurkan (mandub)dan ada kalanya
haram.ijtihat akan dihukumi wajib apabila seorang mujtahid menghendaki istimbat hukum untuk dirinya sendiri
sehingga ia memperoleh ketentraman hati untuk mencari ridho Allah.atau ketika
di tanyai tentang hukum dari masalah agama yang mengharuskan orang tersebut
berijtihad dan di sana tidak adamujtahid yang mampu menerangkan hukum masalah
tersebut kecuali dirinya.maka apabila masalah tersebut mendesak untuk di
pecahkan ,ia berkewajiban untukmelakukan ijtihad dengan segera.tapi apabila
masalah tersebut tidak mendesak untuk di pecahkan maka kewajiban ijtihatnya
bisa berlahan-lahan.
Ijtihat
akan menjadi kolektitif (kifaiyah)ketika
seorang mujtahid telah menemukan mujtahid lain yang berijtihat,dan masalah yang
hendak di pecahkan tidak kuatir lenyap .Dalam kondisi demikian,spsbila ada
seorang mujtahid yang sudah melakukan ijtihat maka kewajiban mujtahid lain
gugur ,namun apabila tidak ada seorang pun yang melakukanya maka semuanya
berdosa karena keteledoranya dalam hukum syariat dalam masalah yang memerlukan
penjelasan hukum untuk menjaga kemaslahatan manusia.
Hukum
ijtihat menjadi sunnah apabila ijtihad
tersebut di lakukan untuk merangkan kasus atau fenomena yang akan
terjadi kemudian dalam kenyataan masih belum terjadi kemudian dan dalam
kenyataan masih belum terjadi .
Hukum
ijtihat yang haram adalah ijtihad yang dilakukan dalam masalah-masalah yang telah ditetapkan agama secara pasti yang tidak ada ruang untuk melakukan ijtihad
pada hal tersebut,atau ijtihat untuk membandingkan dalil yang sudah pasti
dengan nas dan ijma’.
E . MACAM-MACAM MUJTAHID
Dilihat
dari luas atau sempitnya cakupan bidang ilmu yang di ijtihatkan Mujtahid
itu terbagi dalam empat [11]tingkat
:
1.
Mujtahid fisy-syar’i
yaitu orang-orang yang berkemampuan mengijtihadkan seluruh
masalah dan syariat tersebut hasilnya di
ikuti dan di jadikan pedoman oleh orang yang tidak sangup berijtihad. Oleh
karena ijtihad yang mereka lakukan itu semata-mata hasil usahanya sendiri tanpa
mencakok dari orang lain seperti : Imam abu hanifah, lah Imam maliki ,Imam
syafi’i,Imam hambal dll.
2.
Mujtahid fil-madzhab
ialah mujtahid yang hasil ijtihatnya tidak sampai membentuk madhab
sendiri tetapi mereka cukup mengikuti seorang dari madhab seperti Imam abu
yusuf dan Muhammad ibnu hasan adalah
mujtahid fill Madhab hanafi dan imam Al-Muzani.
3.
Mujtahid fil-masa’il
ialah Mujtahid yang mengarah
ijtihadnya kepada masalah tertentu dari suatu madhab bukan dari dasar pokok
yang bersifat umum.seperti: Imam al-Ghazali mujtahid kepada Imam syafi”i
4.
Mujtahid muqoyyad
ialah
mujtahid yang mengigatkan diri dan menganut pendapat ulama” salaf dengan
mengetahui sumber-sumbernya dan dalalah-dalalahnya.seperti:Al-karakhi mujtahid
pada madhab hanafi.
A.
Kesimpulan
Setelah penulis
menguraikan beberapa materi mengenai pengertian dan ruang lingkup serta
sart-saratnya, akhirnya penulis menyimpulkan:
Bahwasanya Ijtihat itu boleh dilakukan apabila pada nas-nas yang memiliki kerelatifan dan
ketetapan (zanni al-thubut) atau pada
(zanni al-dilalah) yang mana sebagai ayat-ayatnya yang ada dalam Al-Qur’an atau dalam
hadits-hadits nabi yang mana dalam memahaminya akan menimbulkan beraneka ragam
pendapat sesuai tingkatan pemahaman terhadap susunan bahasa atau dalil-dalil shar’iy. adapun hukum ijtihat itu ada
empat seperti yang telah di jelaskan di atas ada yang wajib ,sunah,fardu
kifayah ,haram.
Adapun seorang
Mujtahid dalam melakukan ijtihat harus bisa menguasai memahami ,khadits,Al-Qur’an, dan harus bisa
memahami kosakata bahasa arab yang sekiranya dapat membedakan mana pembicara
yang sarih,dahir,mujmal,mufassal,am’,khas,haqiqi,mujazi
dll.
DAFTAR PUSTAKA
Aifi,Miftahul .Kaidah-Kaidah
Penetapan Hukum Islam, Citra Media, 1997.
Tantaw.
Muhammad Sayyid i,Ijtihad dan Teologi Keselarasan,Surabaya :jp
BOKKS,2004
MKD IAIN SA,
Ilmu Kalam, (Surabaya, IAIN SA Press, 2011)
[1] MKD IAIN
Sunan Ampel, pengantar sudi islamt,
(Surabaya, IAIN SA Press, 2011), hal.56
[2] Ibid,hal
57
[4] MKD IAIN
Sunan Ampel, pengantar sudi islamt,
(Surabaya, IAIN SA Press, 2011), hal.60
[7] Ibid,hal
11
[8] MKD IAIN
Sunan Ampel, pengantar sudi islamt,
(Surabaya, IAIN SA Press, 2011), hal.61
[9] Ibid
[10] Ibid,
hal,63
[11] Ijtihad dan Teologi Keselarasan,Surabaya
:jp BOKKS,2004 hal,11
Tidak ada komentar:
Posting Komentar